Jumat 25 Nov 2016 08:21 WIB

Target Swasembada Susu 2020 Terancam Gagal

Rep: rizky jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
 Pekerja memerah susu sapi di peternakan sapi perahan.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja memerah susu sapi di peternakan sapi perahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) menyatakan, perlu ada kebijakan yang mewajibkan penyerapan susu segar dalam negeri sehingga mampu mendorong persaingan usaha yang sehat, dan harga pasar yang memadai. Selain itu, perlu ada praktik peternakan yang baik serta regulasi yang berpihak dan melindungi para peternak sapi perah.

Ketua APSPI Agus Warsito mengatakan pada 1998 susu sapi dalam negeri pernah menguasai 35 persen kebutuhan nasional. Akan tetapi, angka ini terus turun menjadi 22 persen 2008 dan pada 2016 turun lagi menjadi 18 persen.

"Ke depannya, bila tidak ada kebijakan wajib serap, maka produksi nasional akan semakin surut dan anjlok di tataran 13-15 persen," ujar Agus dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/11).

Menurut Agus, dari 95 importir susu bubuk dan 51 pabrikan susu yang saat ini ada, hanya delapan pabrikan susu yang menyerap susu segar dari peternakan rakyat. Sementara, 43 pabrikan lainnya masih menggunakan 100 persen susu bubuk impor. Agus menambahkan, kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri untuk susu olahan saat ini ada di kisaran 3,8 juta ton.

Tren ini semakin besar, kemampuan lokal memasok bahan baku susu segar semakin rendah. Dengan produksi sejumlah 798 ribu ton, susu segar dalam negeri hanya mampu memasok 18 persen dari kebutuhan nasional sehingga sebagian besar masih harus diimpor yaitu sebesar tiga juta ton atau 82 persen.

"Jika keadaan ini terus berlanjut, maka swasembada susu 40 persen yang dicanangkan oleh pemerintah pada 2020 bisa tidak akan tercapai," kata Agus.

Perwakilan GKSI Jawa Tengah Sentosa mengatakan saat ini KUD dan peternak tidak punya posisi tawar sama sekali, akibatnya harga susu semakin rendah. Diharapkan dengan regulasi yang mewajibkan penyerapan konten lokal, maka akan memicu meningkatkan kualitas dan kuantitas susu segar dalam negeri.

Kabupaten Boyolali dikenal sebagai pusat peternakan sapi perah Jawa Tengah. Pada 1990 saat masih ada kewajiban penyerapan susu lokal bagi industri pengelola susu, produksi susu Boyolali bisa mencapai 120 ton per hari, namun akhir-akhir ini hanya tinggal 62 ton per hari.

Harga susu saat ini tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat. Tiga tahun terakhir harga semakin rendah. Saat ini harga susu di peternak masih di kisaran Rp 4.100-4.300/liter. Bila harga mencapai Rp 6.000 per liter, peternak sapi perah baru bisa menutup biaya produksi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement