REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Pemerintah Kolombia menandatangani kesepakatan damai baru dengan kelompok FARC, Kamis (24/11). Kesepakatan damai yang ditandatangani bulan lalu ditolak dalam sebuah referendum.
Kesepakatan yang disahkan kali ini berisi revisi kesepakatan sebelumnya. Tujuannya tetap sama, yakni mengakhiri konflik lima abad antara pemerintah dengan pasukan pemberontak.
Penandatanganan kesepakatan dilakukan dalam upacara sederhana di Ibu Kota, Bogota. Perjanjian kemudian diberikan langsung pada presiden Kongres. Upacara kali ini lebih kecil daripada upacara sebelumnya pada 26 September.
Saat itu, upacara dihadiri oleh banyak kepala negara wilayah dan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon. Sekitar 2.500 orang hadir di tempat acara di kota Cartagena. Acara juga disaksikan jutaan rakyat Kolombia melalui televisi.
Kali ini hanya 800 orang yang diundang ke tempat upacara di Colon Theatre. Pemimpin FARC, Rodrigo Londono dan Presiden Juan Manuel Santos kembali berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan.
Londono menegaskan ini akan benar-benar mengakhiri perang. Santos mengatakan perjanjian kali ini lebih baik dari sebelumnya. Mereka mengklaim kesepakatan tersebut mempertimbangkan suara penduduk yang berkata tidak sepakat pada perjanjian awal.
Santos berharap Kongres akan melakukan pengesahan pekan depan. Ia juga berharap tidak akan ada lagi referendum untuk uji publik kesepakatan.
Lima hal yang diubah dari kesepakatan pertama, diantaranya FARC akan mendeklarasikan seluruh aset mereka dan menyerahkannya pada pemerintah. Uang mereka akan digunakan untuk kompensasi korban konflik.
Kesepakatan juga akan mempertimbangkan kelompok relijius. Sistem peradilan transisional akan diberlakukan selama 10 tahun. FARC juga akan memberi informasi soal perdagangan narkoba yang pernah mereka ikuti. Kesepakatan itu tidak akan jadi bagian dari konstitusi Kolombia.