Jumat 25 Nov 2016 18:02 WIB

Mendikbud: Moratorium Ujian Nasional Tunggu Inpres

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nidia Zuraya
Ujian Nasional
Ujian Nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mewacanakan moratorium ujian nasional (UN) pada 2017. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, saat ini pihaknya sudah mengajukan usulan tersebut pada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kita sudah mengjukan. Ini nunggu persetujuan dari presiden, kan pelaksanaannya juga butuh Inpres," kata dia di kantor Kemdikbud, Jakarta, Jumat (25/11).

Ia menjelaskan, Inpres akan memayungi sejumlah rancangan yang telah dirumuskan Kemdikbud. Salah satunya ihwal penetapan standar evalusia pengganti UN, meminta daerah membentuk tim yang akan merumuskan soal ujian dan lain-lain.

Ia tidak menampik kenmungkinan evaluasi pengganti UN akan sama dengan UAS. Namun, ada standar yang harus dipenuhi tim daerah dalam pembuatan soal-soal. Muhadjir menyebut, beban anggaran pembuatan evaluasi akan ditanggung oleh pemerintah. Namun, hal tersebut masih menunggu keputusan presiden.

"Kalau nanti standarnya nasional. Penyelenggaranya berjenjang tadi itu, untuk SMA/SMK karena tanggung jawab provinsi, ya provinsi. Kemudian SMP ke kabupaten/kota, bahkan nanti SD, akan kita standarisasi," tutur mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.

Muhadjir mengatakan, pemerintah pelimpahan kewenangan pada daerah membuat guru diberi kewenangan dalam merancang dan mempersiapkan evaluasi. Ia meminta, jangan lagi ada kecurigaan yang dialamatkan pada guru terkait kredibilitas hasil evaluasi.

"(Putusannya) semakin cepat semakin baik. Walaupun persiapan untuk pelaksanaanya sudah di atas 50 persen. Kita tinggal undang semua dinas baik provinsi, kabupaten/kota," kata Muhadjir.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement