REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebanyak 10 reklame yang berdiri di lokasi larangan sesuai Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame segera dibongkar Dinas Ketertiban setempat."Kami sudah kirimkan surat peringatan kedua kepada pemilik reklame. Batas akhir pembongkaran oleh pemilik adalah pekan depan. Jika tidak dilakukan, maka kami akan susun telaah pembongkarannya," kata Kepala Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta Nurwidi Hartana di Yogyakarta, Jumat (25/11).
Khusus untuk penertiban reklame, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta hanya akan memberikan maksimal dua kali surat peringatan dengan batas waktu setiap surat peringatan adalah tujuh hari. "Di dalam aturannya memang seperti itu. Tidak diberikan tiga kali surat peringatan seperti penertiban peraturan daerah lain," kata Nurwidi.
Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta memastikan bahwa 10 reklame yang akan dibongkar tersebut tidak akan pernah memperoleh izin dari pemerintah daerah karena berdiri di lokasi larangan. "Oleh karena itu, kami memprioritaskan penertiban reklame di lokasi larangan terlebih dulu karena reklame-reklame tersebut tidak akan pernah memperoleh izin," kata Nurwidi.
Ia memastikan, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta tidak akan berhenti pada penertiban reklame di lokasi larangan tetapi juga akan dilanjutkan dengan penertiban reklame yang berada di luar masterplan pada 2017, yakni reklame yang berada di sudut simpang jalan. Berdasarkan aturan, hanya diperbolehkan satu titik reklame di tiap simpang sudut jalan. "Karena Perda Penyelenggaraan Reklame sudah berlaku penuh mulai tahun ini, maka harus ditindaklanjuti dengan tindakan penertiban. Kami lakukan bertahap sesuai prioritas," kata Nurwidi.
Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDK) Kota Yogyakarta, Kadri Renggono, pertengahan tahun lalu mengatakan pihaknya mendeteksi ada 55 papan reklame yang izinnya habis terhitung 18 Mei lalu, berbarengan dengan masa aktif perda dan penerbitan perwal reklame. Hal itu seiring dengan munculnya Peraturan Wali Kota sebagai petunjuk pelaksana Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan Reklame yang telah diterbitkan sejak 18 Mei 2016 lalu.
Sebanyak 55 reklame tersebut selain sudah habis izinnya, sebagian juga berdiri di zona larangan pendirian papan reklame sesuai Perda 2/2015. Zona larangan pendirian papan reklame di antaranya di trotoar, taman, dan bahu jalan. Tiap sudut persimpangan jalan juga hanya diperbolehkan satu reklame ukuran besar atau lebih dari 24 meter persegi, baik itu reklame yang menempel pada bangunan maupun yang berdiri dengan tiang pancang. Dalam aturan sebelumnya, tiap sudut simpang jalan bisa berdiri tiga hingga lima reklame besar.
Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, M Ali Fahmi, mendesak Pemkot Yogyakarta untuk segera menertibkan reklame-reklame yang sudah habis masa izinnya dan tidak memenuhi syarat pendirian. "Masih ada reklame yang habis izinnya tapi masih berdiri. Ini harus segera ditertibkan dan Pemkot harus konsisten," ujarnya.
Selain di Kota Yogyakarta, keberadaan reklame liar juga menjadi-jadi di Kabupaten Sleman. Bahkan di beberapa titik tampak spanduk yang melintang di tengah jalan, termasuk baliho yang menghalangi rambu-rambu dan lampu lalu lintas.
Terkait hal ini, pakar tata ruang kota UGM, Retno Widodo Dwipramono menganjurkan agar masyarakat dilibatkan dalam upaya penertiban reklame liar. Pasalnya Pemkab Sleman, dalam hal ini Satpol PP, memiliki keterbatasan untuk membersihkan iklan-iklan fisik tersebut.
"Sepertinya Satpol PP kesulitan menertibkan reklame, karena jumlah personelnya terbatas. Maka itu sebaiknya masyarakat dilibatkan untuk menertibkan reklame," kata Widodo. Di antaranya dengan menyediakan layanan laporan terbuka bagi Satpol PP.