REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali memperingatkan sejumlah petinggi Uni Eropa ia bakal membuka gerbang negara bagi imigran untuk masuk ke negara Eropa. Pernyataan ini dilayangkan karena Erdogan kesal dengan Uni Eropa yang akan menghentikan pembicaraan Turki masuk dalam organisasi tersebut.
Erdogan menyampaikan hal itu dalam serangkaian pidato yang dia lakukan setelah ada informasi anggota parlemen Uni Eropa menyerukan pembekuan pembicaraan pacsakegagalan kudeta Turki beberapa waktu lalu. Pria 62 tahun ini menyebut Turki telah dikhianati setelah mereka ditunjuk sebagai negara solidaritas tinternasional, tetapi Uni Eropa tak kunjung memperjuangkan keinginan mereka.
"Kami (Turki) adalah negara yang memberi makan 3-3,5 juta pengungsi. Anda telah mengkhianati janji Anda," kata Erdogan, Jumat (25/11).
Sebelumnya, Uni Eropa memberikan penangguhan karena negara Turki telah melakukan penahanan atas kejadian kudeta. Turki juga memecat sekitar 12 ribu orang sehingga kehilangan pekerjaan. Pihak berwenang setempat juga telah menutup lebih dari 170 outlet media, menahan lebih dari 140 wartawan.
Yang lebih mengkhawtirkan, Turki berencana mengaktifkan kembali hukuman mati. Padahal negara-negara anggota Uni Eropa tidak memberikan izin adanya hukuman tersebut.
Namun Erdogan tetap tak menerima keputusan Uni Eropa menunda keputusan bergabungnya Turki dalam persaudaraan negara-negara Eropa ini. Niat baik Uni Eropa untuk memberikan bantuan dana pun sejuah ini dianggap tidak maksimal.
"Kami telah diberi 550 juta dolar AS oleh PBB. Uni Eropa berjanji, tapi uang yang telah dikirim sejauh ini sekitar 700 juta dolar AS. Tapi berapa yang telah kami habiskan? Sampai sekarang kami telah menghabiskan 15 miliar dolar AS," katanya.