REPUBLIKA.CO.ID, Yogyakarta — Sejak beberapa tahun terakhir ini Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta sudah tak memadai, terlalu padat penumpang sehingga tidak nyaman. Kapasitas penumpang yang seharusnya 1,5 -2 juta per tahun, kini sudah mencapai 6,4-6,7 juta orang per tahun.
Di samping itu bandara tersebut sudah tidak bisa dikembangkan lagi secara komersial, karena secara lahan ada halangan di Candi Boko, perpanjangan runway tidak bisa karena ada sungai, serta kegiatan dari TNI Angkatan Udara cukup tinggi, sehingga pengembangan bandara untuk komersial tidak maksimal.
Untuknya itu, pembagunan bandarabaru tersebut harus bisa secepatnya diwujudkan. Sehingga penumpang pesawat terbang yang akan berangkat dari Yogyakarta dan datang ke Yogyakarta nantinya akan terjamin keamanannya.
''Hal itulah yang melatarbelakangi kenapa dibangun New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo dan mengapa bandara tersebut harus bisa beroperasi di tahun 2019," kata Pimpinan Proyek NYIA PT Angkasa Pura I Sujiastono pada Republika (Kamis, 24/11).
Sebelum ditetapkan lokasinya di Kabupaten Kulon Progo, lokasi bandara itu telah disurvei dan dievaluasi. Lokasi bandaraitu berada di beberapa desa di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo yakni Glagah, Sindutan, Jangkaran, Palihan, dan Kebonrejo.
Mengacu pada jumlah penumpang di Bandara Adisutjipto yang kini sudah mencapai 6,7 juta orang, maka untuk tahap awal pembangunan bandara baru Yogyaarta ini disiapkan langsung untuk kapasitas penumpang sekitar 15 juta orang per tahun. Pada pada tahap awal bandara akan dilengkapi 8-10 apron dengan taxiway parallel. Tujuannya, supaya pergerakan pesawat keluar masuk bandara bisa cepat. Sehingga mampu penampung pesawat dalam jumlah besar.
Lebih lanjut Sujiastono mengatakan untuk tahap kedua nantinya akan dinaikkan kapasitasnya menjadi 20-25 juta penumpang dengan 28 apron -35 apron. Sedangkan runway yang akan dibuat untuk tahap awal sepanjang 3250 meter dan 3600 meter untuk tahap kedua.
‘’Panjang landasan di NYIA ini nantinya lebih panjang daripada di Bali dan terpanjang dibandingkan dengan bandara lainnya yang ada di Indonesia. Di Bali saja hanya 3000 meter,’’ungkap dia. Dengan demikian apabila pesawat besar bisa masuk ke Yogyakarta, maka wisatawan asing seperti dari Cina dan lainnya yang selama ini ketika akan ke Yogyakarta transit via Bali atau Jakarta dulu, nantinya akan bisa langsung masuk ke Yogyakarta.
Diakui Sujiastono meskipun target operasional bandara di tahun 2019, namun pada saat itu kondisinya dipastikan masih belum maksimal. ‘’Yang penting di tahun 2019 bandara di Kulon Progo sudah bisa didarati dulu dan penumpang sudah bisa memakai bandara tersebut dengan terminal yang masih terbatas jumlahnya dan sambil membangun terus,’’ujarnya.
Untuk tahap awal anggaran yang disiapkan khusus untuk pembangunan bandara sekitar Rp 4 triliun dan ini belum termasuk untuk anggaran ganti rugi bagi warga yang terdampak pembangunan bandara baru ini yang besarnya sekitar Rp 4,5 triliun.
‘’Jadi dengan anggaran sebesar itu kita lihat sampai di mana pembangunannya. Meskipun pembangunan fisik belum semua bisa diselesaikan, yang penting New Yogyakarta Internasiional Airport (NYIA) tersebut sudah bisa didarati pesawat terbang,’’harap Sujiastono seraya mengatakan bila saat ini baru dilakukan pembuatan pagar dan untuk ground breaking menunggu pembayaran ganti rugi selesai.
‘’Kemungkinan ground breaking akan dilaksanakan Januari/Februari 2017,’’ tuturnya.