REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti pentingnya formulasi mekanisme pengaduan ketika pengalihan subsidi listrik 900 VA mulai berlaku. Ketua YLKI, Tulus Abadi menilai akan ada kelompok yang seharusnya masih disubsidi tapi akhirnya dicabut sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Dengan saluran yang diatur negara, kata dia, akan memudahkan pelapor menyuarakan aspirasinya.
"Mekanisme pengaduan harus diatur tepat. Ada pekerja (nonsubsidi) yang di tengah jalan tiba-tiba di-PHK. Tentu incomenya berkurang, ini laporannya kemana harus diatur," ujar Tulus dalam diskusi Energi di gedung Dewan Pers, Jakarta, Jakarta, Ahad (27/11).
Untuk itu, sosialisasi menyeluruh dari pemerintah, menurutnya mutlak dilakukan. Hal ini karena masyarakat akan merasakan tingginya tagihan listrik. "Masyarakat nanti merasakan saat tingginya tagihan pada Februari 2017," tutur Tulus.
YLKI, menurut Tulus menganjurkan subsidi disamaratakan. Kalaupun ada kenaikan tarif, dilakukan secara berkala sehingga tidak memberatkan golongan tertentu. "Usulan YLKI bertahapnya dalam satu tahun, selama ini dalam tiga bulan, terlalu pendek, saya kira harus lebih bertahap," ujar Tulus.
Tarif listrik bagi golongan pemakai 900 VA yang nonsubsidi akan naik dari Rp 585 per KWh menjadi Rp 774 per KWh mulai Januari 2017. Kemudian, tarifnya meningkat lagi menjadi Rp 1.023 per KWh pada Maret dan menjadi Rp1.352 per KWh pada Mei.