REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah memproyeksikan kondisi ekonomi global pada 2017 mendatang masih penuh ketidakpastian. Meski harga komoditas sudah menunjukkan adanya kenaikan, tetapi belum sepenuhnya pulih di tahun depan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara di Bogor, Ahad (27/11), menjelaskan, dinamika politik di Amerika Serikat (AS) pascaterpilihnya Donald Trump dalam pemilihan awal November ini menjadi salah satu hal yang harus diantisipasi pemerintah. Pemerintah Indonesia berharap kebijakan Trump ke depan akan sejalan dengan keinginan pasar. Suahasil menyebut, membaiknya ekonomi jangka panjang AS akan berimbas pada membaiknya iklim ekonomi dunia.
Selain dinamika politik di AS, pemerintah Indonesia juga menunggu kelanjutkan dari perundingan atas keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Indonesia, menurut Suahasil, masih perlu mempertimbangkan apakah masih perlu menginisiasi pembahasan kerja sama perdagangan dengan Inggris. Alasannya, sejumlah perjanjian kerja sama dagang sebelumnya sudah diteken dengan Uni Eropa.
Sedangkan tantangan ketiga yang terus dimonitor pemerintah Indonesia adalah pelemahan ekonomi Cina. Pertumbuhan ekonomi Cina tahun ini yang sebesar 6,5 persen diproyeksikan akans edikit melemah di tahun depan. Penurunan pertumbuhan ekonomi Cina membuat pemerintah Indonesia harus menyiapkan rencana perdagangan atau dalam hal ini target ekspor ke Cina yang sesuai dengan laju pertumbuhan yang ada.
Sejumlah tantangan yang disebutkan di atas, menurut Suahasil, tidak bakal memberikan dampak langsung kepada Indonesia. Alasannya, fundamental ekonomi nasional yang diyakini membaik bisa menahan gempuran faktor eksternal.
Di samping itu, Suahasil juga menilai bahwa pemerintah masih harus menunggu kebijakan Trump khususnya terkait Perjanjian Dagang Negara-Negara Tepian Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP). Ia mengaku, Indonesia harus tetap berperan aktif di pasar meski TPP urung dilakukan. "Dampak ke kita tidak langsung. Soal TPP, kita masih kaji dengan sangat dalam untuk ikut itu," ujar dia.
Ia menambahkan, imbas pelemahan ekonomi global sebetulnya sudah dirasakan Indonesia selama lima tahun belakangan. Harga komoditas yang anjlok dan pelemahan ekonomi di Jepang dan Cina serta ekonomi AS yang belum pulih sepenuhnya membuat ekspor Indonesia ikut tumbuh negatif.