Senin 28 Nov 2016 14:52 WIB

Melihat Aleppo Melalui Twitter Gadis Cilik Bernama Bana

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah
Bana Alabed yang menceritakan perang di Aleppo melalui Twitter.
Foto: Twitter/@AlabedBana
Bana Alabed yang menceritakan perang di Aleppo melalui Twitter.

REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Sering mengunggah foto-foto dan tulisan suasana perang Suriah yang dialaminya, Twitter  Bana Alabed (tujuh tahun) mendapatkan perhatian publik baik yang mendukungnya maupun yang mengecamnya.

Seorang pengecam mengatakan, bagaimana mungkin seorang gadis kecil Suriah bisa menulis di Twitter dengan bahasa Inggris yang sangat bagus. Ia mempertanyakan keaslian Twitter Bana dan menudingnya sebagai akun propaganda.

Ayah Bana merupakan seorang pengacara yang bekerja di lembaga hukum di Kota Aleppo. Sedangkan ibunya Fatemah belajar bahasa Inggris selama tiga tahun di Institut Bahasa di Suriah. Ia juga belajar hukum di universitas.

Fatemah mengaku mengajarkan bahasa Inggris kepada Bana sejak ia berusia empat tahun. Ia merasa sedih jika akun anaknya dituding sebagai akun palsu dan akun propaganda.

"Semua yang dituliskan Bana di Twitter merupakan tulisan asli dia. Dan itu ditulisakan dari hatinya yang paling dalam," ujar Fatemah seperti dilansir BBC beberapa waktu lalu.

"Saya bukan bagian dari organisasi untuk mencari sumbangan. Saya juga tak mendapat bantuan dari organisasi media," kata Fatemah.

Namun ia memang mendapatkan pelatihan jurnalistik dan politik saat belajar di universitas. Ia tahu caranya bagaimana membuat pesan tersampaikan ke dunia.

Saat dihubungi BBC, Fatemah mengatakan, pesawat-pesawat sedang melintas di atasnya dan sangat berisik. Mereka akan menjatuhkan bom tanpa ampun.

"Kami bukan teroris, kami bukan ISIS. Kami hanya orang-orang tak berdosa di sini," ujarnya.

Kisah Bana bahkan menyentuh hati penulis novel Harry Potter, JK Rowling. Dia mengirimi Bana e-book Harry Potter.

Fatemah dan Bana berharap perang Suriah segera dihentikan. Mereka takut bom-bom yang terus dijatuhkan di Kota Aleppo bisa mengambil nyawa mereka kapan saja.

"Menggambar bersama adik laki-laki saya sebelum pesawat datang. Kami membutuhkan suasana damai untuk menggambar," kata Bana di Twitter.

Ia juga menuliskan, "Bom-bom dijatuhkan di rumah sebelah kami seperti yang kalian lihat. Nyawaku bisa hilang kapan saja bom jatuh di sini," kata Bana beberapa waktu lalu.

Saat ini Rusia dan Suriah terus-menerus mengebom timur Aleppo selama berminggu-minggu. Mereka ingin merebut kota tersebut dari kelompok oposisi.

Fatemah mengatakan, Bana hanya ingin suaranya didengar oleh dunia. "Ia juga bertanya kepada saya, mengapa tak ada yang menolongnya."

Dalam sebuah foto di Twitter, Bana menuliskan, "Ini rumah teman saya yang dibom. Dia terbunuh saat rumahnya dibom, saya sangat merindukannya #Aleppo."

Beberapa gambar yang diunggap Bana di Twitter sangat mengerikan. Ia mengekspos terlalu banyak. Fatemah mengatakan, Bana melihat apa pun di sini. "Ia melihat temannya terbunuh, dan melihat rumah kami dibom, ia juga melihat sekolahnya dibom. Ini semua sangat mempengaruhinya."

Meski demikian, Fatemah menilai anaknya masih beruntung. Bana ingin menjadi guru bahasa Inggris seperti ibunya jika telah dewasa nanti. Namun ia tak pernah masuk sekolah sejak tahun lalu. Ia ingin seperti anak-anak lainnya di dunia yang bisa masuk sekolah dan bermain dengan teman-temannya.

Saat ini listrik tenaga surya memberikan mereka sedikit listrik untuk bertahan hidup. Namun sinyal internet yang buruk dan layanan telepon yang buruk membuat mereka sulit dihubungi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement