REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengatakan, infak dapat dikategorikan sebagai pungutan liar jika ada unsur paksaan dalam proses pengumpulannya. "Zakat dan infak itu sifatnya diberikan berdasarkan kerelaan. Kalau ada paksaan itu bisa digolongkan sebagai pungli," kata Bambang di sela acara Sosialisasi Rencana Strategi Baznas 2016-2020 di Jakarta, Senin (28/11).
Komentar Bambang itu terkait informasi mengenai adanya 58 item pungli di Sukabumi, termasuk infak di sekolah. Selain infak, terdapat juga kategori pungli seperti uang pendaftaran masuk, uang OSIS, uang SPP/komite dan lainnya.
Prinsip kerelaan dalam berinfak, kata dia, merujuk UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Peraturan tersebut mengamanatkan zakat, infak, sadaqah dan wakaf harus disalurkan atas dasar kerelaan.
"Baru bisa infak disebut pungli itu kalau dipaksakan, jadi pungli kalau ada paksaan. PNS yang keberatan bisa menyatakan keberatan gajinya dipotong untuk zakat dan dengan itu tidak akan dipotong," kata dia.
Menurut dia, zakat yang merupakan kewajiban bagi Muslim yang mampu juga dikeluarkan atas prinsip kerelaan. Undang-undang juga mengamanatkan unsur kerelaan untuk zakat. "Zakat yang wajib untuk Muslim saja tidak dipaksa undang-undang. Infak yang tidak wajib bagi Muslim seharusnya juga lebih tidak memaksa," kata dia.
Kasubdit Pengawasan Lembaga Zakat Kementerian Agama Fuad Nasar mengatakan, pihaknya sedang melakukan konfirmasi terkait infak yang masuk kategori pungli. "Di pekan ini akan kami sambangi Saber Pungli (Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar) untuk mengetahui lebih lanjut persoalan agar tidak terbangun persepsi tidak baik dalam perzakatan," kata dia.
Penanganan cepat, kata dia, akan mencegah berkembangnya isu perzakatan ke arah yang tidak baik dan melemahkan. Karena itu, kata dia, persoalan infak yang masuk pungli itu memerlukan klarifikasi dari pihak berwenang agar tidak merugikan citra perzakatan yang selama ini lekat dengan kerelaan dalam beragama.