Senin 28 Nov 2016 21:27 WIB

Kematian Bayi Pengungsi Rohingya di Tengah Kekerasan

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Agus Yulianto
Pengungsi etnis Rohingya yang tersisa beraktivitas dengan anaknya.
Foto: Antara/Rahmad
Pengungsi etnis Rohingya yang tersisa beraktivitas dengan anaknya.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Alam, seorang bayi berusia enam bulan, harus mengakhiri hidupnya karena sakit di tengah pelarian. Alam merupakan anak dari salah seorang pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh.

Alam tewas beberapa jam setelah ia sampai di kamp pengungsian Leda, dekat Teknaf, pintu masuk ke Cox di Bazar. Cox merupakan daerah miskin dan padat penduduk, yang telah menjadi rumah bagi lebih dari 230 ribu pengungsi Rohingya.

Namun bagi Rohingya, Bangladesh bukanlah rumah yang menjanjikan. Tidak ada bantuan yang disediakan bagi pengungsi yang baru tiba. Otoritas Bangladesh khawatir, jika makanan, obat-obatan, dan tempat menetap disediakan di sana, maka akan ada banyak pengungsi lagi yang datang.

Ibu Alam, Nur Begum (22 tahun), menceritakan bagaimana tentara Myanmar membunuh suami dan membakar rumahnya di sana. Kekerasan yang Nur terima memaksa ia membawa dua orang anaknya untuk mengungsi ke Bangladesh. Nahas, ia harus kehilangan anak bungsunya, Alam.

Sebelum meninggal dunia, Alam menghadapi perjalanan berat selama tiga pekan. Ia hanya diberi sedikit makan dan jatuh sakit karena kelelahan. "Saya akhirnya mendapat sedikit makanan di kamp dan saya pikir saya bisa memberi makan dia (Alam). Tapi dia meninggalkan saya sebelum saya memiliki kesempatan untuk memberinya makan," ujar Nur, dikutip Mizzima. Bayinya dimakamkan pada Sabtu (26/11). Alam dimandikan dan dibawa ke pemakaman Rohingya di bukit dekat kamp pengungsian.

Lebih dari 30 ribu Rohingya meninggalkan rumah mereka di Myanmar sejak awal Oktober. Tentara Myanmar melakukan serangan dan kekerasan di Negara Bagian Rakhine yang banyak dihuni etnis Rohingya.

Seluruh pengungsi yang telah sampai di kamp pengungsian di Cox dihantui dengan pengalaman buruk pembunuhan dan pemerkosaan oleh tentara Myanmar. Namun, tentara Myanmar membantah tuduhan tersebut.

Pemerintah Myanmar menolak memberikan kewarganegaraan bagi Rohingya. Masyarakat Budha menyebut minoritas Muslim Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Di sisi lain, Bangladesh juga tidak mengulurkan tangan. Meski masyarakat Cox di Bangladesh telah sering berinteraksi dengan Rohingya, mereka tetap menganggap pengungsi Rohingya sebagai kriminal.

Hanya 32 ribu Rohingya yang terdaftar secara resmi sebagai pengungsi di Bangladesh. Sebanyak 200 ribu lainnya dibiarkan tanpa bantuan dari Pemerintah Bangladesh.

Jumlah mereka terus bertambah selama krisis di Myanmar masih terus berlangsung. Untuk mencegah kedatangan pengungsi, Bangladesh memblokade perahu-perahu pengungsi dari perbatasan Myanmar. "Kami telah menghentikan ratusan perahu sejak pekan lalu," ujar Juru Bicara Penjaga Perbatasan Bangladesh di Teknaf, Abu Russel Siddique.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement