Selasa 29 Nov 2016 00:01 WIB

Singgung Soal Gaji, Pegawai Pajak Ini Curhat ke Sri Mulyani

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Pegawai pajak menerima Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dari wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak. ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai pajak menerima Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dari wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada hari ini, Senin (28/11). Raker itu juga membahas isu-isu aktual, termasuk persoalan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam rapat kerja itu, anggota Komisi XI DPR M Misbakhun membacakan sepucuk surat yang berisi curahan hati (curhat) pegawai DJP di hadapan Sri Mulyani. “Saya hanya ingin sampaikan kegundahan teman-teman di Ditjen Pajak. Kebetulan banyak sahabat saya kerja di sana,” ujar Misbakhun menyampaikan prolog sebelum membacakan curhat pegawai DJP seperti dalam siaran pers, Senin (28/11).

Curhatan berjudul Menaikkan Gaji 1000 Kali Lipat? itu berisi keluhan pegawai pajak yang selalu dianggap rakus, tamak dan korup. Curhatan itu memang dikhususkan untuk SMI.

Berikut ini adalah salinan lengkap curhatan pegawai DJP yang menggunakan nama pena SomeOno.

“Menaikkan Gaji 1000 Kali Lipat?"

Menurut teori tipologi korupsi ada 2 yaitu : corruption by need (korupsi karena terdesak kebutuhan hidup) dan corruption by greed (korupsi karena serakah).

Cara yang efektif untuk menghapus corruption by need adalah meningkatkan penghasilan. Peningkatan penghasilan sangat berpengaruh bahkan bisa menghindarkan dari tindakan koruptif karena membuat alasan terdesak kebutuhan menjadi tidak relevan.

Namun bila yang terjadi adalah corruption by greed maka mau penghasilannya hampir nyundul langit juga nggak akan berhenti. Jadi kalau dibilang nggak usah menaikkan penghasilan aparat toh mereka korupsi juga, jelas sesat pikir.

Kalau mau memerangi korupsi ya harus menghilangkan excuse/alasan untuk korupsi. Misalnya, kalau karena penghasilannya kurang ya ditingkatkan.

Kalau alasannya karena orang lain melakukannya ya tinggal dibilang manusia itu bukan bebek. Diberi akal pikiran dan hati nurani kok nggak dipakai. Ikuti yang baik, tinggalkan/jangan ikuti yang buruk. Gitu aja kok repot.

Kalau kata orang dulu, emang kalau orang nyebur sumur anda mau ikut? Pasti kan cuma mau ikut hal yang enak-enak saja toh. Kalau hal yang tidak enak pasti bilang tunggu dulu.

Insya Allah corruption by need sudah hampir tidak ada di DJP. Kalau corruption by greed ya nggak ada yang bisa jamin. Karena orang serakah ada dimana-mana.

Masalahnya adalah jika ulah segelintir orang dianggap gambaran dari semua orang yg berada dalam organisasi yang sama.

Mau dinaikkan gaji 1.000 kali lipat jelas tidak akan berpengaruh bagi yang serakah/tamak. Tapi pasti berpengaruh bagi mayoritas yang tidak tamak.

Jangankan dinaikkan 1.000 kali, dibayarkan 100 persen saja pasti banyak yang sujud syukur kok.

Ibu, tolong jangan hakimi kami dengan stigma:

1. Lalai

2. Boros

3. Tamak

Ibu boleh geram.

Mungkin maksud ibu baik karena maksudnya adalah bagi oknum yang menodai integritas DJP/Kementerian Keuangan. Tapi mengumbar hal tersebut diruang publik dan dengan resiko diplintir oleh wartawan, melukai hati kami.

Ibu boleh geram (malah harus geram) saat ada pegawai Kemenkeu yang bertindak khianat. Tapi nggak perlu diumbar terus. Ada KPK dan nanti hakim yang memutuskan.

Kami tidak minta dinaikkan gaji 1000 kali lipat. Kami cuma minta please jangan tambah luka kami dengan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan ke publik seolah kami semua sama dengan oknum yang khianat tersebut.

Mohon maaf jika ada kata yang kurang sopan.

Percayalah bu, Kami selalu dan tidak akan pernah bosan mencintai negeri ini.

By someOno

27112016

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement