REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Presiden Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru, Hamiz Arafeh mengatakan, umat Islam di Selandia Baru tidak perlu khawatir dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden baru Amerika Serikat (AS). Retorika Islamofobia yang disampaikan Trump adalah bagian dari kampanyenya. Termasuk menuduh Muslim menyembunyikan teroris.
“Saya yakin tidak akan ada masalah di Selandia Baru terkait retorika Trump tersebut,” ujar Hamiz Arafeh seperti dilansir newshub.co.nz
Hamiz menjelaskan, semua Muslim di Selandia Baru adalah warga negara yang taat hukum. Kehidupan masyarakat Selandia Baru benar-benar berbeda dengan Amerika. "Masyarakat Selandia Baru sangat mencintai damai dan hidup dalam harmoni," tegasnya.
Menurut Hamiz, pernyataan Trump terkait pelarangan Muslim memasuki Amerika, terlalu dini untuk dikhawatiri. "Karena kita tidak mengetahui apakah Trump akan menindaklanjuti pernyataannya tersebut ke dalam sebuah kebijakan atau hanya sebatas retorika kampanye saja," katanya. Untuk itu, ia meminta umat Islam Selandia Baru untuk menunggu dan melihat kebijakan apa yang akan diberlakukan presiden Trump terhadap muslim Amerika.
Kemenangan Trump berarti sudah menjadi keputusan rakyat Amerika yang menyetujuinya menjadi presiden baru AS. Di masa saat ini, sulit untuk mengetahui hal apa yang akan terjadi. Khususnya terkait kebijakan untuk muslim Amerika atau muslim secara keseluruhan.
Menurut sensus kependudukan, pada 2013 jumlah Muslim di Selandia Baru sebanyak 46.149 orang atau naik 28 persen dari 36.072 dalam sensus 2006. Mayoritas Muslim di Selandia Baru terkonsentrasi di kota-kota besar. Seperti Auckland, Hamilton, Wellington, dan Christchurch. Dalam beberapa tahun terakhir masuknya siswa Melayu dari Malaysia dan Singapura telah meningkatkan proporsi Muslim di beberapa pusat, terutama kota universitas Dunedin.