REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Periode 2009-2014 Boediono mengingatkan pemerintah untuk hati-hati terkait adanya wacana memperlebar defisit anggaran lebih dari tiga persen. "Kalau ada wacana kita lepaskan ini (defisit tiga persen), saya pesan hati-hati saja, karena kita bisa saja akan kembali ke masa APBN jadi sasaran tarik menarik yang besar dan bisa lepas kendali," ujar Boediono saat menjadi pembicara dalam seminar "Tantangan Pengelolaan APBN Dari Masa Ke Masa" di Jakarta, Rabu (30/11).
Sebelumnya, sempat ada wacana memperlebar defisit anggaran yang saat ini maksimal tiga persen sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Wacana tersebut muncul seiring dengan kekhawatiran tidak optimalnya program pengampunan pajak.
Sejumlah negara di Asia defisit anggarannya leboh dari tiga persen, seperti Vietnam yang mencapai 5,4 persen pada 2015 lalu dan India yang mencapai 3,9 persen pada tahun lalu. Kendati demikian, pemerintah sudah mengkonfirmasi bahwa pemerintah tetap akan menggunakan defisit anggaran sesuai dengan undang-undag, yakni maksimal tiga persen dan tidak ada rencana mengubahnya.
Boediono kembali mengingatkan, pada tahun 1950-an hingga pertengahan 1960-an, APBN berperan sebagai bagian dari masalah (part of problem), bukan bagian dari solusi (part of solution). Ia menuturkan, pada saat itu APBN mengalami proses yang lepas kendali.
"Mula-mula tidak berat, terus jadi lepas kendalinya. Ini jadi pengalaman yang luar biasa setelah itu, jangan sampai APBN menjadi penyebab krisis. Makanya rambu-rambunya ada," ujar Boediono.
Oleh karena itu, lanjut Boediono, ia berharap dan mengingatkan agar wacana memperlebar defisit anggaran perlu difikirkan dengan lebih matang dan lebih hati-hati untuk direalisasikan. Sebab, risiko yang akan dihadapi sangat besar.