Rabu 30 Nov 2016 19:23 WIB

Golkar: Kita akan Dengarkan Akom Maunya di Mana

Ketua DPR Ade Komarudin memaparkan hasil sementara rapat pimpinan DPR RI terkait usulan pergantian Ketua DPR dari Partai Golkar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/11).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ketua DPR Ade Komarudin memaparkan hasil sementara rapat pimpinan DPR RI terkait usulan pergantian Ketua DPR dari Partai Golkar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Golkar mempersilakan Ade Komarudin (Akom) menyampaikan keinginan terkait karier politik pilihannya setelah tak lagi lagi menjabat Ketua DPR RI.

"Kita dengarkan dia maunya di mana. Karier politik itu dia sendiri yang menentukan bukan kita yang menentukan. Dia maunya ini, maunya itu, kita akan bantu," ujar Ketua Koordinator Bidang Kepartaian DPP Partai Golkar Kahar Muzakir, Rabu (30/11).

Kahar Muzakir mengatakan keinginan Ade akan ditampung dan diperjuangkan DPP Partai Golkar. Menurut dia, Akom adalah kader terbaik Partai Golkar yang sudah dua puluh tahun menjadi anggota DPR RI.

"Tapi sampai saat ini dia belum bilang apa-apa," ujar dia.

Posisi Ade Komarudin selaku Ketua DPR RI digantikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto setelah melalui persetujuan seluruh Fraksi di DPR RI. Pergantian Ade dengan Novanto diajukan Fraksi Golkar sebagai upaya pemulihan nama baik Novanto yang sebelumnya mengundurkan diri dari jabatan itu karena dituding terlibat kasus pelanggaran etika anggota dewan.

Seiring dengan pengajuan pergantian itu, Mahkamah Kehormatan Dewan juga memutuskan Ade melakukan pelanggaran sedang, hasil akumulasi dua pelanggaran ringan yang dinilai telah dilakukannya, sehingga yang bersangkutan diberhentikan dari posisi Ketua DPR RI.

Ade dinilai melakukan dua pelanggaran ringan yaitu pertama pelanggaran etika karena memindahkan posisi beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat penyertaan modal negara yang awalnya merupakan mitra Komisi VI menjadi mitra Komisi XI DPR.

Kedua yaitu pelanggaran etika ringan karena dianggap memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertembakauan.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement