REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG— Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), KH A Hasyim Muzadi angkat bicara soal aksi damai bertajuk Bela Islam III (‘Aksi 212’) yang digelar besok, Jumat (2/12).
Menurut Hasyim yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), kesepakatan yang muncul antara Polri dan GNPF-MU dan pihak terkait untuk mengawal aksi super damai itu, telah dilandasi kesadaran bersama agar kesucian bela agama jangan dicampuradukkan dengan kepentingan sesaat.
Tercetusnya kompromi itu, menurut Hasyim bukan soal kalah dan menang, tetapi adalah bagaimana menghadirkan suasana kondusif. Dengan pengalihan titik lokasi utama di Lapangan Monumen Nasional (Monas), kemungkinan ‘tempelan-tempelan’ itu bisa diminimalisir.
Namun, Hasyim yang juga mantan ketua umum Penguru Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, mengingatkan esensi dan subtansi utama dari rentetan aksi umat Islam tersebut adalah pelaksanaan hukum seadil-adilnya terhadap kasus dugaan penistaan agama yang menyeret nama gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja alias Ahok, sebagai tersangka.
“Tetap saja kuncinya adalah (proses hukum) Ahok,” kata Hasyim yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini, kepada Republika.co.id ditemui usai berdialog dengan tokoh agama se Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (30/11) malam.
Lebih lanjut, Hasyim mengajak umat Islam Indonesia mengambil pelajaran berharga dari kasus Ahok tersebut. Hendaknya melakukan konsolidasi demokrasi dan menyusun strategi agar aspirasi Islam dapat dibawa dalam kerangka nasional melalui proses demokrasi.
“Memilih pemimpin yang seagama itu bukan SARA,” tegasnya.