REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai dampak pembekuan keanggotaan Indonesia di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) tidak banyak berpengaruh terhadap APBN.
"Minyak itu dampaknya ke APBN, harganya berapa kalau kita di dalam atau di luar (OPEC), tidak terlalu banyak bedanya," ujar Darmin di Jakarta, Kamis (1/12).
Harga minyak dunia berakhir melonjak pada Rabu (30/11), setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) meraih kesepakatan memangkas produksi untuk pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir. Kantor berita Xinhua melaporkan bahwa kartel minyak OPEC sepakat untuk menurunkan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari menjadi 32,5 juta barel per hari, efektif mulai 1 Januari selama enam bulan. Pemangkasan produksi seperti ini terakhir kali terjadi 2008. OPEC akan bertemu lagi pada Mei 2017 untuk membahas kemungkinan kesepakatan perpanjangan selama enam bulan lagi. Penurunan ini juga sedang berkoordinasi dengan negara produsen non-OPEC, Rusia, yang berkomitmen akan mengurangi produksi sebesar 30 ribu barel per hari.
Ini adalah pertama kalinya sejak 2001, Rusia bergabung dengan OPEC dalam upaya pengurangan produksi. Negara ini telah lama menolak memotong produksinya dan mendorong produksi ke rekor tertinggi baru dalam beberapa bulan terakhir. "Seberapa besar (harga minya akan meningkat)? Tergantung bagaimana Rusia yang bukan anggota OPEC dan negara lainnya yang bukan OPEC beraksi. Kedua, seberapa kompak OPEC-nya. Tapi arahnya akan membaik, tinggal kita lihat seberapa berhasil dalam pelaksanaannya," ujar Darmin.
Sebelumnya, Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara keanggotaaan OPEC karena keputusan OPEC untuk memotong produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari dinilai tidak sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia. Indonesia diminta memotong sekitar lima persen dari produksinya atau sekitar 37 ribu barel minyak per hari, padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar terutama dari migas.