Sabtu 03 Dec 2016 04:57 WIB

Keadilan; Fondasi Kebinekaan dan Pertaruhan Nasib Umat Islam

Akun artis kelahiran Korea, Lee Jeong Hoon yang mengomentari aksi 2 Desember di akun Instagram pribadinya, Jumat (2/12).
Foto: Instagram
Akun artis kelahiran Korea, Lee Jeong Hoon yang mengomentari aksi 2 Desember di akun Instagram pribadinya, Jumat (2/12).

Keadilan itu Fondasi Kebinekaan!

 

Oleh: Margarito Kamis, Pakar Hukum Tata Negara, Staf Pengajar FH. Univ Khairun Ternate

=======

 

 

Keadilan, karena keagungan esensinya, memukau dan memikat, mungkin tidak semua orang, tetapi tidak bagi orang yang memiliki akal budi.

Akal budi tak memiliki kekuatan menolak, bahkan sekadar meremehkan keadilan, karena dalam esensinya, akal budi  merupakan refleksi suara hati terdidik. Suara hati terdidik, untuk alasan apa pun, tidak mungkin tak tersematkan sebagai mata air rasa itu, sekaligus menjadi pangkal kerinduan pada keadilan.

Rindu itulah, yang beberapa waktu lalu, pada sebuah acara televisi, tepatnya pada acara Indonesia Lawyer Club (ILC), diidentifikasi, didefinisikan, dan dituturkan dengan sangat gamblang nan elok oleh, maaf AA Gym, sapaan populernya kiai yang tutur katanya, selalu menyejukkan itu.

Persistiwa yang acap disebut 411, yang kala itu baru tiga hari berlalu, katanya kurang lebih, hanya ekspresi kerinduan terhadap keadilan. Cuma minta keadilan, itu saja esensinya. Simpel, jujur, dan bernas.

Keadilan, begitu juga hukum, tidak mungkin ada dan dibicarakan bila tidak ada lebih dari seorang manusia. Keadilan dan hukum, karena itu, diperbincangkan karena  adanya jalinan antarmanusia. Tanpa jalinan itu, keadilan begitu juga hukum kehilangan basis epistemologisnya, sehingga tidak relevan diperbincangkan. Kehendak yang bertali-temali dalam kehidupan nyata itulah, alasan utama keadilan dan hukum, menemui justifikasi atas keberadaannya.

Akal budi, kapan dan di mana pun, dengan cara apa pun, tidak akan menjadi energi merawat eksistensi ketidakadilan itu. Tak ada akal budi  yang mampu bertahan menghadapi kenyataan segelintir orang menjadi orang istimewa, dan lainnya inferior, kelas dua dan tiga, sebagaimana penjajah Belanda menerapkannya di Hindia Belanda melalui Pasal 131 Indische Staatsregeling.

Pasal inilah mengategorikan, diskriminatif, penduduk Hindia Belanda, menjadi golongan Eropa sebagai golongan kelas satu, timur asing kelas dua, dan orang pribumi kelas tiga.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement