Sabtu 03 Dec 2016 20:04 WIB

Teroris di Australia Bisa Tetap Dipenjara Meski Hukuman Berakhir

Red: Ani Nursalikah
Penjara  (ilustrasi)
Foto: AP/Silvia Izquierdo
Penjara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Federal Australia mengeluarkan Undang-Undang (UU) kontraterorisme baru yang memungkinkan terpidana teroris tetap dipenjara setelah hukuman mereka berakhir, jika mereka dianggap sebagai risiko bagi masyarakat.

Awal tahun ini, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mendesak agar hukum terorisme Australia diperkuat setelah serangan teror tingkat tinggi terjadi di Orlando, Nice dan Paris. UU baru ini memungkinkan Jaksa Agung Australia George Brandis mengajukan perpanjangan penahanan, 12 bulan sebelum hukuman berakhir, bukan enam bulan seperti yang awalnya diusulkan.

UU ini terdiri atas 23 amandemen yang diusulkan Komite Bersama Parlemen bidang Intelijen dan Keamanan, yang dipimpin oleh Politisi Partai Liberal Australia Michael Sukkar. Jaksa Agung George Brandis mengatakan kepada Senat pengadilan perlu mengevaluasi risiko yang ditimbulkan oleh tahanan, dengan mengandalkan bukti yang ada, bukannya definisi hukum.

"Selalu ada keraguan mengenai apakah seorang tahanan yang dihukum karena pelanggaran terorisme serius, akan menimbulkan tingkat risiko yang bisa diterima atau tidak. Standar pembuktian kejahatan sebenarnya merupakan standar yang sangat tegas dan tak hanya tepat untuk diterapkan pada keputusan yang melibatkan tingkat evaluasi semacam ini," kata George Brandis.

Amandemen lainnya memastikan seorang tahanan bisa menghadirkan bukti dari ahli yang relevan sesuai pilihan mereka, untuk membela dirinya di persidangan. Hukum baru ini juga akan mengecualikan petugas yang dihukum karena pengkhianatan atau mereka yang menerbitkan materi perekrutan.

Tenggat waktu selama 10 tahun dengan kajian wajib, juga telah dipastikan.

Informasi kunci:

• Jaksa Agung Australia bisa mengajukan perpanjangan penahanan, 12 bulan sebelum hukuman terpidana teroris berakhir

• George Brandis mengatakan, pengadilan perlu mengevaluasi risiko yang ditimbulkan oleh tahanan dengan mengandalkan bukti-bukti yang ada

• Amandemen lainnya memastikan tahanan bisa menghadirkan ahli sesuai pilihannya untuk membelanya di persidangan

Aturan hukum tak boleh ditinggalkan

Presiden Dewan Hukum Australia, Stuart Clark, mengatakan, ia senang menyaksikan Pemerintah mendengarkan para ahli dan meloloskan UU itu dengan sejumlah amandemen.

"Pemerintah Federal dan Parlemen memiliki tanggung jawab yang mendasar untuk mengurangi risiko serangan teror. Meski demikian, aturan hukum tak boleh ditinggalkan dalam proses ini," ujarnya.

Stuart mengatakan, Dewan Hukum masih prihatin terhadap pengujian ambang batas dan bagaimana keselamatan tahanan dinilai. "Artinya, ini adalah sepotong legislasi yang lebih seimbang dari versi awal yang diusulkan di awal tahun," ujarnya.

Awalnya, kelompok kebebasan sipil menyatakan keprihatinan mereka akan UU baru ini, menyebut aturan baru ini adalah bencana dan tak penting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement