Senin 05 Dec 2016 08:08 WIB

Ari Soemarno: Gas Mahal karena Anggaran Infrastruktur Minim

Petugas memantau jajaran pipa gas di sebuah rusun di Jakarta.
Foto: republika
Petugas memantau jajaran pipa gas di sebuah rusun di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga gas bumi di Indonesia yang lebih mahal dibandingkan Malaysia terjadi karena selama ini tidak ada anggaran signifikan dari pemerintah untuk membangun infrastruktur migas. Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Ari Soemarno mengatakan, apalagi Pertamina sebagai badan usaha milik negara diwajibkan menyetor semua pendapatannya kepada negara.

"Sehingga Pertamina tidak bisa mengembangkan usahanya," kata Ari Soemarno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (4/12).

Menurutnya, dulu Pertamina boleh nahan 40 persen pendapatan dari migas untuk mengembangkan dirinya. "Tetapi setelah krisis Pertamina tahun 1976, 100 persen ditarik (pemerintah). Pertamina tidak ada apa-apa lagi," kata Ari.

Ironisnya, lanjutnya, setelah uang itu ditarik pemerintah, justru tidak ada pengucuran anggaran yang signifikan untuk pembangunan infrastruktur migas, yang pada waktu itu dibutuhkan. "Dan inilah menurutnya, yang membuat harga gas untuk industri mahal sehingga Indonesia kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia," katanya.

Dia mengungkapkan, di Malaysia infrastruktur migas dibangun oleh Petronas karena pendapatan migas semuanya masuk Petronas. Petronas cuma perlu bayar dividen dan pajak korporasi kepada negara. "Tapi Petronas disuruh bangun infrastruktur dan ini dilakukan Petronas. Makanya, biaya distribusi gas di Malaysia sangat murah," kata Ari.

Menurut dia, Indonesia perlu mencontoh hubungan Pemerintah Malaysia dan Petronas yang tidak melakukan perhitungan-perhitungan secara komersial. Faktor komersialitas inilah yang menjadi kendala Indonesia kalah bersaing dengan negara lain, seperti harga gas.

"Makanya perlu perubahan pola pikir. Saya sampaikan juga terkait harga gas itu harus perubahan pola pikir. Sekarang pendapatan migas itu harus untuk perkembangan negara, perkembangan industri migas sendiri. Bukan untuk APBN," ujar dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement