REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan Presiden AS Jimmy Carter meminta Barack Obama mengakui Palestina sebelum Obama meninggalkan Gedung Putih.
Carter memang dikenal terbuka memperjuangkan Palestina dan mendorong perdamaian Palestina-Israel. Ia juga meminta Palestina harus mendapat keanggotaan penuh di PBB.
Dalam artikel yang diterbitkan The New York Times, Carter sempat meyakinkan AS bisa tetap membantu menyelesaikan konflik Palestina-Israel sebelum pergantian presiden meski waktu yang ada sangat singkat. "Langkah sederhana namun penting harus diambil AS sebelum 20 Januari, dengan mengakui Palestina sebagai negara, ujar Carter seperti dikutip The Independent, Ahad (4/12).
Carter juga menyatakan, Dewan Keamanan PBB harus membuat resolusi yang menekankan parameter penyelesaian konflik. Resolusi itu harus mereafirmasi ilegalitas permukiman Israel sebelum 1967 dengan perhitungan kembali area, termasuk area demiliterisasi dan pengiriman misi perdamaian oleh PBB.
Ia mengkritisi bangunan Israel di tanah Palestina dan menggusur warga Palestina. "Lebih dari 4,5 juta warga Palestina tinggal di tanah yang diklaim milik Israel. Kebanyakan mereka juga hidup di bawah aturan militer Israel, namun tak memiliki hak sebagai warga," kata Carter.
Presiden AS terpilih Donald Trump sendiri mengaku akan meneruskan kebijakan Pemerintah AS sebelumnya atas konflik Palestina-Israel. Menteri Pemerintah AS keturunan Israel mengatakan kemenangan Trump menandakan berakhirnya era negara Palestina.
Dalam sebuah pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di New York pada September lalu, Trump sempat mengakatakan ia akan mengambil langkah tak biasa dengan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pernyataan itu memicu kemarahan warga Palestina yang juga berkepentingan atas Yerusalem.