REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Kapolri pada Senin akan mendalami keputusan Polri menangkap sejumlah aktivis pada Jumat (2/12). Penangkapan dinilai represif dan mengundang reaksi publik.
"Jadi yang paling fokus adalah cara-cara Polri yang terkesan represif terutama terkait mengundang reaksi publik, terutama penangkapan aktivis sebelum shalat Jumat (2/12)," kata ketua komisi III Bambang Soesatyo di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (5/12).
Dia mengatakan tindakan Polri itu mengingatkan masyarakat dengan tindakan pemerintah di era orde baru padahal pemerintahan saat ini lahir di era reformasi sehingga cara-cara penangkapan yang dilakukan Polri harus dihindari. Bambang menegaskan masih banyak cara-cara elegan yang tidak melanggar kesepakatan demokrasi yang saat ini menjadi pilihan bangsa Indonesia.
"Jika memilih cara demokrasi jangan membatasi cara-cara berpendapat," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu berharap Polri lebih manusiawi dan lebih melindungi masyarakat ketika menangani adanya indikasi tindakan-tindakan yang dinilai ingin menggulingkan pemerintahan. Hal itu menurut dia, apa yang dilakukan para aktivis itu hanya berupa ucapan saja bukan mengarah pada sebuah tindakan.
"Mereka hanya perkataan bukan perbuatan. Ini juga menimbulkan pertanyaan khususnya kami di Komisi III DPR dan mereka yang ditangkap adalah kakek-kakek dan nenek-nenek," katanya.
Menurut dia seharusnya Polri bisa melihat lebih rinci indikasi terjadinya makar misalnya kampus-kampus kompak bergerak dan ada mimbar bebas namun itu tidak terjadi. Dia mengatakan kekuatan pemerintah di parlemen kuat, menguasai partai politik, kampus tidak ada gerakan dan Presiden Joko Widodo masih dicintai rakyat sehingga tidak terpenuhi syarat makar.