Senin 05 Dec 2016 12:18 WIB

Benarkah Ratna Sarumpaet Cs Telah Lakukan 'Serangan Berat' ke Pemerintah?

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Ratna Sarumpaet
Foto: Antara/Teresia May
Ratna Sarumpaet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian dinilai harus cermat dan hati-hati dalam menerapkan tuduhan makar. Pasalnya makar bukanlah merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, melainkan unsur dari tindak pidana.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan dalam bahasa Belanda, makar adalah anslaag yang berarti serangan berat.

"Oleh karena itu, unsur utama dari tuduhan makar adalah apakah ada serangan yang berat. Apabila tidak ada serangan yang berat, maka tuduhan makar tidak terpenuhi," ujarnya, Senin (5/12).

Kepolisian, kata dia sebaiknya cermat dan hati-hati dalam menerapkan tuduhan ini. "Agar penegakan hukum berjalan tepat pada rel-nya," kata Miko.

Sementara dalam aturan makar yang dilihat Republika.co.id, pasal 87 KUHP menyebut, "Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53."

Pasal 53 menyebutkan, "Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri."

Adapun pasal 107 menerangkan, makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polri telah menetapkan tujuh orang sebagai terduga makar dan disangkakan dengan pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP. Penetapan sebagai tersangka berdasarkan bukti berupa tulisan dan percakapan terkait perencanaan menduduki gedung DPR, juga pemaksaan dilakukannya sidang istimewa serta tuntut pergantian pemerintah.

Ketujuh orang tersebut adalah Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin dan Rachmawati Soekarnoputri. Meski sudah menjadi tersangka, tapi polisi tidak melakukan penahanan terhadap mereka atas dasar penilaian subjektif. Mereka hanya menjalani pemeriksaan selama 1x24 jam, sementara proses penyidikan masih dijalankan tanpa adanya penahanan.

Baca juga,  Yusril: Ratna Sarumpaet Dijemput Polisi karena Diduga Mau Makar.

Dalam pemahaman penyidik Polri, makar permufakatan juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan delik formil. Artinya, tidak perlu terjadi perbuatan makar itu, tapi dengan adanya rencana dan kesepakatan, permufakatan oleh sekelompok orang dapat dipersangkakan dengan pasal ini.

Sebelumnya, pada Jumat (2/12) pagi, aparat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap 10 orang yaitu Ahmad Dhani, Eko, Adityawarman, Kivlan Zein, Firza Huzein, Racmawati, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, Rizal.

Selain 10 orang tersebut, polisi juga menangkap Alvin Indra di Kedaung Waringin Tanah Sereal. Sehingga total yang ditangkap sebanyak 11 orang. Namun, tiga diantaranya ditahan yaitu Sri Bintang Pamungkas, Jamran dan Rizal dijerat pasa UU ITE dan pasal 107 berkaitan dengan konten dalam media sosial, terutama di Youtube yaitu ajakan penghasutan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement