REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan siaga darurat bencana yang dituangkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB.
"SK Gubernur seingat saya sejak seminggu yang lalu dan sudah berlaku," kata Kepala BPBD NTB Muhammad Rum di Hotel Golden Palace, Mataram, Senin (5/12).
Rum mengharapkan, adanya SK Gubernur tentang siaga darurat kebencanaan membuat setiap elemen di NTB untuk waspada dalam mengantisipasi terjadinya bencana.
Ia menjelaskan, titik rawan bencana di NTB saat ini sudah tidak bisa diprediksi lantaran akibat kerusakan hutan dan pembuangan sampah yang kerap terjadi. "Secara umum, terus terang aja kita lihat kondisi bencana sudah dimana-mana, tidak bisa kita prediksi," katanya.
Hal ini diperparah dengan fungsi sungai dan saluran drainase yang tidak lagi memadai untuk melaksanakan tugasnya karena terjadi pendangkalan sedimentasi. Ia menilai, perlu ada intervensi dari pemerintah terkait persoalan sungai.
Ia menambahkan, faktor penebangan liar juga menjadi salah satu penyebab timbulnya bencana di NTB. Selain itu, perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan memiliki andil besar dalam terjadinya bencana. Rum meminta masyarakat untuk bergotong-royong di daerah masing-masing membersihkan sampah.
"Persoalan mengatasi banjir dan longsor ialah dengan kembali melestarikan hutan kita," katanya menegaskan.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Husnandiniaty Nurdin, luas lahan kritis di NTB mencapai 555.427 hektar lebih atau 52 persen dari total 1.071.722 juta hektare luas kawasan hutan.
"Rincian kritis itu 154,358 hektar lebih dan agak kritis 401,069 hektar" kata Husnandiniaty Nurdin di Mataram, belum lama ini.
Ia menjelaskan, ada beberapa penyebab lahan kritis di NTB setiap tahun terus mengalami peningkatan. Di antaranya akibat pembalakan liar dan ilegal logging yang dilakukan sejumlah oknum tidak bertanggungjawab.