Senin 05 Dec 2016 14:40 WIB

Pemerintah akan Perbaiki Stok Cabai dan Bawang Merah

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
 Pegadang menata cabai di Pasar Senen Jakarta Pusat, Ahad (4/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegadang menata cabai di Pasar Senen Jakarta Pusat, Ahad (4/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak akan mengimpor cabai dan bawang merah untuk menekan harga di pasar. Harga komoditas tersebut akan diperbaiki melalui pengadaan gudang pendingin dan mesin pengering.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, komoditas pangan tidak semua dapat tahan lama untuk disimpan, sehingga ketika bukan musim produksi akan terjadi kelangkaan stok dan akhirnya menyebabkan harga naik. Contohnya cabai tidak sama dengan bawang merah. Cabai tidak  tahan lama atau cepat busuk, akibatnya cepat terjadi kekurangan stok di pasar sehingga harga naik. Sementara bawang merah bisa tahan lama disimpan di gudang pendingin, sehingga stok dan harganya bisa normal dalam waktu lama.

Dengan kondisi tersebut, langkah yang dilakukan untuk menjaga stok terus tersedia di saat bukan musim panen dan harga stabil yakni dengan melakukan perbaikan sistem logistik pangan. Salah satunya membangun gudang pendingin dengan jumlah yang memadai, penyediaan mesin pengeringan (dryer) agar nilai jual komoditas pangan yang dihasilkan petani tinggi dan memperbanyak pembangunan pasar pengepul.

"Jadi, pemerintah tidak akan mengimpor komoditas pangan khususnya cabai dan bawang merah. Bagaimana mau impor, produksi di luar negeri pun tidak ada. Untuk itu, yang dilakukan pemerintah saat ini memperbaiki sistem logistik pangan," kata Darmin melalui siaran pers, dalam kunjungannya ke Cianjur, Senin (5/12).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, harga pangan bukan sepenuhnya dipengaruhi oleh biaya produksi yang tinggi. Hal itu juga disebabkan banyaknya pemain perantara sehingga rantai pasok menjadi panjang dan akhirnya menyebabkan harga tinggi.

Banyaknya perantara ini dikarenakan para petani kerap mencari pinjaman untuk produksi. Hasilnya para petani harus menjual produk dengan harga rendah ke perantara distribusi.

Hal ini memperlihatkan persoalan besar petani yakni terkait akses pasar dan permodalan. Di mana saat ingin mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR), sistem perbankan menuntut jaminan yang lebih sulit sehingga petani tidak bisa mendapatkan KUR.

Enggar mengatakan pemerintah telah meluncurkan resi gudang yang bisa menjadi instrumen jaminan mendapatkan pinjaman bank. Saat ini bank yang siap membiayai resi gudang yaitu BRI dan Bank BJB. Namun dua bank ini tidak cukup, dan pemerintah terus berupaya agar bank-bank lain dapat tertarik.

Ia menambahkan masalah lain yakni terkait akses pasar. Hal ini dapat di atasi dengan membentuk pasar lelang komoditas bekerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk mempermudah akses pangan, memperpendek rantai pasok, dan meminimalisasi asimetri informasi pasar.

"Namun, selama ini kedua hal ini berjalan sendiri, resi gudang dan pasar lelang tidak jalan berbarengan. Untuk itu perlu pengintegrasian agar dapat membangun akses pangan yang mampu memberikan kesejahteran kepada petani, menguntungkan pedagang dan kosumen," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement