REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengatakan dugaan makar yang disangkakan terhadap 10 aktivis perlu pembuktian lebih lanjut. Tindakan penangkapan 10 aktivis dinilai sebagai bentuk usaha preventif pemerintah terhadap potensi gangguan keamanan di masyarakat.
Menurut Refly, tindakan pemerintah menangkap 10 aktivis tepat jika dilihat dari sisi pencegahan. "Soal tuduhan makar sendiri perlu dibuktikan lebih lanjut. Apakah benar ada grand design oleh para aktivis atau hanya lontaran-lontaran saja perlu pembuktian," ujar Refly ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (5/12).
Dia melanjutkan, dalam konteks kondisi saat ini, definisi makar sebetulnya tidak hanya berlaku bagi usaha mengganti pemerintahan yang sah dengan cara-cara langsung atau kekerasan. Sebagai contoh, sebutan makar tidak hanya berlaku bagi tindakan mengarahkan senjata ke istana dan mengerahkan massa.
"Usaha dalam bentuk lain yang bertujuan mengganti pemerintahan yang sah secara inkonstitusional itu masuk dalam artian makar. Misalnya saja, mengorganisasi pergerakan massa tertentu atau pengalihan massa," tutur Refly.
Dalam konteks aksi 212, penangkapan 10 aktivis dianggap sebagai bentuk kepekaan pemerintah mencegah pengalihan massa. Refly menilai, dengan jumlah massa yang sangat banyak, tidak ada yang dapat menjamin jalannya demonstrasi benar-benar aman.
"Penangkapan 10 aktivis sebetulnya bentuk antisipasi jangka pendek terhadap isu makar. Ini pun merupakan antisipasi jangka panjang terhadap potensi gangguan lain di masyarakat," tambahnya.