REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi hukum dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman, menilai tuduhan percobaan makar yang ditujukan polisi kepada Sri Bintang Pamungkas mengada-ada. Menurut dia, permintaan pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia itu kepada MPR untuk segera menggelar sidang istimewa tidak dapat disebut sebagai upaya makar, karena mekanisme itu masih konstitusional.
"Setahu saya, yang namanya makar itu memakai kekuatan untuk mengancam keselamatan presiden. Sementara, saya tidak melihat adanya upaya semacam itu dari Pak Bintang," ujar Habiburokhman kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/12).
Aparat dari Kepolisian Republik Indonesia Daerah Metro Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) sebelumnya menangkap Sri Bintang Pamungkas di kediamannya di Cibubur Depok, Jawa Barat, Jumat (2/12) lalu. Politikus berusia 71 tahun itu ditangkap dengan tuduhan hendak melakukan makar terhadap pemerintah yang sah.
Adapun dasar tuduhan makar yang dialamatkan kepada Bintang berasal dari surat yang dikirimkannya kepada MPR sehari sebelumnya, Kamis (1/12). Surat itu berisi permintaannya kepada lembaga tersebut untuk menggelar Sidang Istimewa (SI). Sidang itu sendiri bertujuan untuk memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) yang asli (sebelum diamandemen) di seluruh Indonesia. Selain itu, SI tersebut juga untuk mencabut mandat Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla dari jabatan masing-masing sebagi presiden dan wakil presiden RI.
"Ide untuk kembali ke UUD 45 dan penyelenggaraan Sidang Istimewa itu hanya aspirasi yang disampaikan oleh Pak Bintang ke MPR. Apakah itu inkonstitusional? Menurut saya tidak. Jadi, pasal 104-107 KUHP tentang makar yang dituduhkan kepada Pak Bintang tidak tepat," ucap Habiburokhman.
Dia menambahkan, jika pun seandainya polisi ingin menangkap Sri Bintang lantaran surat yang dilayangkannya kepada MPR, Kamis (1/12) lalu, maka undang-undang yang paling tepat digunakan oleh institusi penegak hukum itu semestinya adalah UU Subversif, bukan KUHP.
"Tapi Undang-Undang Subversif itu kan sudah dibatalkan. Jadi, enggak ada juga landasan hukum yang bisa digunakan polisi (untuk menangkap Sri Bintang). Jadi, surat permintaan untuk menggelar SI itu masih konstitusional, menurut saya. Kecuali Pak Bintang mengirim suratnya secara paksa, pakai pasukan bersenjata ke MPR, itu baru inkonstitusional," kata Habiburokhman lagi.