REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara keseluruhan, dekorasi yang ada di Masjid Agung Muhammad Ali tidak bisa dikatakan sepenuhnya warisan tradisi Islam. Tidak ada, misalnya, cekungan kubah yang ada stalaktit, bentuk-bentuk geometris khas Arab.
Paling-paling, terdapat ukiran kaligrafi untuk menampilkan teks suci dari ayat-ayat Alquran. Bahkan, marmer untuk dekorasi Masjid Agung dibuat berbeda dari masjid-masjid yang ada sebelumnya di Kairo.
(Baca: Masjid Muhammad Ali Ikon Kota Kairo)
Luas halaman depannya dikelilingi tembok dan seluas 50 kali 50 meter persegi. Deretan tembok itu dihiasi kubah-kubah kecil di atasnya, sehingga mirip dengan yang terdapat di Masjid Sulaiman Pasha dan Masjid Malika Safiyya.
Di tengah-tengah halaman itu, ada air mancur yang menjadi tempat bagi para jamaah berwudhu. Air mancur itu dipayungi kubah yang berpilar kecil dan dihiasi ukiran kayu dengan corak-corak geografis. Menurut Doris, dekorasinya mirip dengan yang ada di Madrasah al-Nasir yang dibangun pada 1828 oleh Ismail Pasha. Ada nuansa mediterania juga dari ukiran itu.
Di tembok sisi barat dari halaman itu, ada jam dinding besar yang merupakan hadiah dari Raja Prancis, Louis Philippe, kepada Muhammad Ali Pasha. Jam ini terbuat dari besi. Doris menilai, jam ini memadukan gaya neogotik dan oriental.