Selasa 06 Dec 2016 05:55 WIB

Misi Islam di Balik Eskpedisi Ibnu Batutta

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Perjalanan Ibnu Batuta, Ilustrasi
Foto: ytimg.com
Perjalanan Ibnu Batuta, Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Dalam pengembaraannya, Ibnu Battuta sering melaporkan kejadian atau peristiwa yang menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Contohnya, upacara kerajaan Kesultanan Delhi, adat kebiasaan seksual para wanita di Kepulauan Maladewa, dan kisah lainnya.

Kisah-kisah seperti ini selalu berkaitan dengan pengalaman pribadinya. Ibnu Battuta adalah orang asing di negeri asing. Ia diberi kesempatan mengunjungi Cina karena keadaan politik yang terjadi pada abad ke-13 dan abad ke-14.

(Baca: Awal Mula Perjalanan Ibnu Battuta Dibukukan)

Pada masa itu, negara-negara Mongol yang besar di Asia mengizinkan para pedagang dari berbagai pelosok dunia dan agama mengembara dan menjalin hubungan perdagangan di kawasan mereka. Ibnu Battuta menggunakan hampir seluruh masa kehidupannya untuk mengembara dengan berpegang kepada syariat Islam. Ia mendatangi berbagai negeri Islam yang dihuni oleh orang Islam dan diperintah raja Islam.

Ia juga mengunjungi wilayah peradaban Islam yang lebih luas dari pantai Atlantik di Afrika Barat hingga Asia Tenggara. Ia juga mengunjungi sekumpulan minoritas Islam yang hidup di kota-kota ataupun kawasan-kawasan di negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas bukan Islam. Seperti Cina, Spanyol dan Afrika Barat.

(Baca: Petualangan Ibnu Battuta Jadi Sorotan Barat)

Oleh karena itu, dalam pengembaraannya, Ibnu Battuta selalu ditemani oleh orang Islam yang memiliki persamaan agama, cita-cita, dan gaya hidup. Walaupun dalam perjalannya ia bertemu dengan orang Islam yang memiliki bahasa, adat-istiadat yang berbeda dengan tempat kelahirannya, tapi ia selalu mampu menemukan kesamaan untuk dapat berkomunikasi dengan kelompok masyarakat tersebut.

Politik dunia Islam pada zaman Ibnu Battuta dibagi menjadi kerjaan besar dan kecil. Penaklukan Mongol atas Persia dan Suriah antara 1219 hingga 1258 bertujuan untuk memusnahkan peradaban Islam yang ada. Justru, pada waktu ini Ibnu Battuta memulai perjalannya sebagai musafir. Ibnu battuta melakukan perjalannya sebagai musafir dengan cara yang berbeda. Pertama, ia bergerak sebagai seorang peziarah dan bergabung dengan umat Islam lainnya menuju tempat suci di Makkah maupun Madinah.

(Baca Lagi: Ibnu Battuta, Pelancong Paling Berpengalaman di Dunia)

Kedua, Ibnu Battuta mengembara sebagai seorang ahli sufi, mengembara menuju ke pusat pertapaan dan tempat tinggal para wali untuk mengambil makrifat mereka. Ibnu Battuta juga mengembara sebagai ahli fikih, mencari pengetahuan dan kawan serta bergaul dengan sesama cendekiawan di kota-kota besar Islam.

Dan terakhir, beliau melakukan pengembaraan sebagai anggota elit terpelajar, dan berwawasan untuk mencari pekerjaan di pusat-pusat perdaban Islam yang didirkan di kawasan Asia dan Afrika.

Dalam setiap perjalanannya, Ibnu Battuta selalu menganggap dirinya sebagai seorang warga kota, bukan sebagai warga negara Maroko. Dalam pengembaraannya, Ibnu Battuta cenderung menanamkan nilai-nilai kerohanian, moral, dan sosial. Kehdupan dan kisah perjalanan Ibnu Battuta menjelaskan sejarah yang luar biasa pada abad pertengahan.

Seperti yang ditulis oleh Hodgson dalam The Unity of Later Islamic History, Islam tiba lebih dekat dengan masyarakat abad pertengahan untuk menciptakan suatu aturan dunia yang lebih umum mengikuti  standar sosial dan budaya yang sesuai sepanjang zaman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement