Selasa 06 Dec 2016 08:13 WIB

Realisasi Penerimaan Pajak 2016 Diprediksi di Bawah 85 Persen

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
Pajak/ilustrasi
Foto: Pajak.go.id
Pajak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Realisasi penerimaan perpajakan yang masih jauh dari target yang telah ditetapkan di APBN (shortfall) pada 2016 ini dinilai akan berisiko bagi keuangan negara. Kondisi tersebut membuat kondisi keuangan menjadi mengkhawatirkan karena realisasi penerimaan perpajakan hingga akhir tahun diprediksi kurang dari 85 persen dari target di APBN.

"Saya kira ini adalah kinerja yang buruk, padahal pemerintah sudah gunakan pengampunan pajak (tax amnesty) juga. Tertangkap tangannya petugas pajak oleh KPK juga memunculkan pertanyaan publik akan efektifitas reformasi pada institusi perpajakan kita,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam‎, Senin (5/12).

Berdasarkan data realisasi pajak per 31 Oktober 2016, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp 986,6 triliun atau 64,1 persen dari target APBN  2016, yaitu sebesar Rp 1.539,2 triliun. Realisasi pajak tersebut sedikit lebih baik dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya (yoy) senilai Rp 893,9 triliun dari Rp 1.489,3 triliun atau sebesar 60 persen.

Ecky menyebut dari data tersebut bisa dilihat kenaikan penerimaannya belum signifikan padahal sudah memasukkan hasil tebusan dari pengampunan pajak. "Jadi efektifitas secara keseluruhan tidak nampak. Secara umum ini mengindikasikan adanya trade-off antara tax amnesty dengan target penerimaan pajak secara regular,” kata anggota Komisi XI DPR ini.

Ecky mengatakan jika benar prognosa penerimaan perpajakan 2016 hanya di kisaran 85 persen, hal ini akan mengulang kondisi tahun sebelumnya. Ecky memberikan catatan khusus atas tidak tercapainya target penerimaan perpajakan tahun 2015 yang hanya tercapai sebesar 83,2 persen atau setara dengan Rp 1.240 triliun dari target APBNP 2015. Hal ini lebih rendah dari pencapaian penerimaan perpajakan 2014 yang mencapai 92,04 persen, dan 2013 yang mencapai 93,81 persen serta 2012 yang mencapai 94,4 persen.

“Ini harus menjadi pelajaran berharga, di mana pencapaian penerimaan perpajakan masih membutuhkan langkah-langkah terobosan yang kuat," kata dia.

Menurut Ecky, upaya untuk mencapai target harus dijalankan lebih kredibel karena akan berpengaruh signifikan terhadap komponen-komponen lain dalam APBN, terutama realisasi defisit dan utang, serta beban biaya bunga utang yang akan ditanggung ke depan. Dampak lain yang signifikan ke depan, menurut Ecky, adalah risiko pemotongan anggaran akan berulang. Diketahui, sepanjang 2016, pemerintah telah melakukan pemangkasan anggaran dengan total Rp 137,6 triliun, yang terdiri dari transfer daerah dan dana desa sebesar Rp 72,9 triliun dan anggaran kementerian dan lembaga senilai Rp 64,7 triliun.

Kementerian Pertahanan menjadi kementerian yang mendapat pemangkasan anggaran terbesar dengan nilai Rp 7,3 triliun. Selanjutnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dipangkas Rp 6,9 triliun dan anggaran Kementerian Pertanian dikurangi Rp 5,9 triliun. Sementara itu, Kementerian Kesehatan mendapat jatah pemotongan anggaran sebesar Rp 5,5 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 4,7 triliun, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 3,9 triliun, serta  Kementerian Kelautan dan Perikanan dipotong Rp 3 triliun.

Dia menyebut pemotongan anggaran di tengah tahun anggaran menimbulkan dampak pada koreksi ekonomi dan pelambatan pertumbuhan secara keseluruhan. Karena belanja pemerintah sebagai driver ekonomi lainnya mengalami koreksi signifikan. Untuk meningkatkan penerimaan perpajakan ke depan, Ecky memandang pemerintah harus bersungguh-sungguh mencari terobosan. Pemerintah perlu secara serius dan tegas dalam menggali sektor-sektor yang masih under-tax. Pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan perpajakan, kata dia, pada dasarnya masih jauh dari optimal. Tax ratio yang stagnan dan bahkan menurun beberapa tahun terakhir dinilai perlu menjadi perhatian serius.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement