REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Relawan pendukung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno yang tergabung dalam Sahabat Anies-Sandi ingin agar media sosial tidak dibungkam untuk berkampanye. Menurut mereka, masyarakat punya hak kebebasan dalam berpendapat.
"Dan mendukung pasangan yang dipilihnya," kata juru bicara Sahabat Anies-Sandi, Anggawira dalam rilis di Jakarta, Selasa (6/12).
Ia menambahkan, seharusnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta mengambil tindakan untuk mengatur pihak-pihak yang membuat akun anonim yang menyalahgunakan kebebasan berpendapat di media sosial daripada mengekang masyarakat untuk bersuara di dunia maya. Selama akun dalam media sosial adalah formal dimiliki oleh masyarakat secara pribadi, lanjutnya, maka itu adalah hak untuk mengeluarkan pendapat. Anggawira menyarankan Bawaslu dapat lebih peka dan sensitif perkembangan teknologi terlebih dalam konteks kampanye, media sosial sangat efektif untuk menyampaikan program kerja, ide, dan gagasan setiap calon kepada masyarakat luas.
Sebelumnya, Tim hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni meminta Bawaslu DKI Jakarta tidak kaku dalam memandang program yang dicanangkan pasangan calon. "Kami berharap Bawaslu tidak terlalu kaku terhadap pengembangan ide dan program pasangan calon," ujar Ketua Tim Hukum dan Advokasi Tim Pemenangan Agus-Sylvi Didi Irawadi Syamsuddin di Jakarta, Senin (5/12).
Pernyataan Tim Hukum Agus-Sylvi ini menyikapi adanya pernyataan Bawaslu yang menduga program bantuan dana Rp1 miliar per RW per tahun yang dicanangkan Agus-Sylvi melanggar administrasi karena tidak tercantum di dalam visi dan misi yang disampaikan ke KPU DKI Jakarta. Didi menjelaskan program bantuan dana Rp1 miliar memang tidak tertulis di dalam visi-misi Agus-Sylvi. Namun di dalam halaman 29 visi-misi yang diserahkan ke KPU DKI Jakarta, disebutkan bahwa isi visi-misi akan dielaborasi pada saat kampanye.
Menurut Didi, program dana Rp1 miliar merupakan upaya elaborasi visi-misi yang ada. Didi mengatakan justru dengan dijabarkannya program itu, maka program Agus-Sylvi menjadi lebih konkret. Dia mencontohkan jika pasangan calon tidak boleh menyebutkan nominal angka dalam menjabarkan visi-misi, maka program yang ditawarkan pasangan calon akan menjadi abstrak.