REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih mempertimbangkan usulan moratorium ujian nasional (UN) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Said Hamid Hasan beranggapan, apabila pemerintah masih melanjutkan pelaksanaan UN, artinya melawan putusan hukum.
"(Kalau UN diteruskan) artinya secara hukum pemerintah melawan keputusan MA," kata dia kepada wartawan, Rabu (8/12).
Ia mengingatkan, sejumlah penggugat memenangkan usulan agar pemerintah meninjau dan memperbaiki kembali pelaksanaan UN. Gugatan atas UN yang digagas sejumlah aktivis pendidikan dan HAM menang di pengadilan negeri dan diperkuat putusan pengadilan tinggi dan MA.
Hamid menjelaskan, dalam putusan PN mengatakan UN boleh dilaksanakan jika standar nasional pendidikan (SNP) telah terpenuhi. Namun, pemenuhan tersebut akan menjadi tugas berat pemerintah. Sebab, berdasarkan hasil pemetaan, sebanyak 70 persen sekolah di Indonesia belum dapat memenuhi SNP.
"Artinya, kalau pun UN dipaksakan, maka hanya boleh ke 30 persen sekolah yang telah memenuhi SNP," jelasnya. Hamid mendukung, apabila pemerintah hanya menggunakan UN sebagai pemetaan, kemudian diikuti tindak lanjut perbaikan proses pendidikan.
Selain itu, ia mengusulkan, UN tidak boleh diujikan pada pelajar tingkat akhir di masing-masing jenjang. Sehingga, bagi anak yang tidak mencapai standar tertentu, punya kesempatan memperbaiki kemampuan.