REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Keberadaan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) menjadi semakin penting belakangan ini. Potensi bencana alam dan perubahan iklim yang makin terasa, menjadikan taman nasional sebagai ekosistem penyangga kehidupan masyarakat lintas empat provinsi di Sumatra. Namun, keasrian TNKS sejak dulu tetap saja ada oknum yang mencoba mengusiknya. Tak hanya perkara perambahan hutan yang marak di tepian kawasan konservasi, namun juga rencana pemerintah untuk membangun jalan evakuasi bencana alam yang membelah taman nasional.
Koordinator Akar Network Musnardi Munir dalam paparannya menyebutkan bahwa terdapat tiga persoalan pokok yang mendera TNKS. Ia merinci, masalah yang terbilang klasik tersebut adalah pembukaan dan penguasaan kawasan hutan, perburuan dan penebangan kayu secara ilegal, serta pertambangan tampa izin dan di hulu sungai.
Isu soal pembangunan jalan evakuasi ini, lanjutnya memang muncul musiman saja. Menurut pengamatannya, isu ini kerap kembali muncul ketika pemilihan kepala daerah dimulai. Meski saat ini isu ini sudah reda, Munir mengaku secara konsisten terus mengingatkan pemerintah untuk berkomitmen menjaga keutuhan taman nasional.
'Lima Nyawa' di Balik Secangkir Kopi Kerinci
Munir menegaskan, pembangunan jalan di dalam kawasan TNKS sebetulnya menabrak hukum lantaran kawasan konservasi sudah secara resmi ditetapkan sebagai taman nasional yang dilundungi. Keberadaan zona inti di dalam kawasan taman nasional, lanjutnya tidak boleh diusik. Hanya penelitian saja yang memiliki kewenangan untuk masuk ke dalam zona inti.
"Itu pun peneliti yang masuk sebetulnya menganggu. Akhirnya setelah ada penelitian masuk hutan, orang kampung ada yang tahu dan akhirnya ikut masuk ke hutan untuk berburu harimau. Artinya jejak peneliti memberikan petunjuk bagi para pemburu. Dia tahu track di mana-mana. Malah ada yang pemburu sudah menunggu di belakang," ujar Munir di Sungai Penuh, Jambi, pekan lalu.
Meski begitu, tahun 2015 lalu pemerintah sudah secara resmi menolak rencana perubahan fungsi sebagian lahan yang ada dalam taman nasional. Dalam suratnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan penolakannya atas pembangunan ruas jalan yang menghubungkan Desa Masgo di Kabupaten Kerinci dengan Dusun Tuo di Kabupaten Merangin. Pemerintah juga mencegah perubahan fungsi lahan untuk pembangunan jalan antara Lempur di Kabupaten Kerinci, Jambi dengan Sungai Ipuh di Bengkulu. Satu lagi rencana pembangunan jalan yang ditolak adalah ruas yang menghubungkan Lebong, Bengkulu dan Merangin, Jambi.
Pemerintah juga mempertimbangkan peran vital TNKS bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya. Munir juga menambahkan, jalur evakuasi bencana Gunung Kerinci dapat memanfaatkan jalur jalan yang telah ada. Rencana membuka jalan dari Kecamatan Kayuaro menuju Padang Aro, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat dan jalur Kayu Aro ke Sungai Penuh sebetulnya bisa menggunakan jalur yang sudah ada.
"Jalan-jalan ini yang ditingkatkan kualitasnya, dilebarkan, diluruskan dan dikurangi kemiringannya untuk upaya siaga bencana gunung berapi," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan kebutuhan pembangunan jalur evakuasi di sejumlah daerah rawan bencana di Indonesia memang mendesak. Hanya saja, dalam perencanannya memang perlu ada koordinasi yang solid antara BNPB dan pemerintah daerah. Ia mengungkapkan, pembangunan jalan dan jalur evakuasi pada dasarnya diperlukan bagi masyarakat untuk memudahkan masyarakat saat evakuasi bencana, seperti erupsi gunung api.
"Jalan evakuasi tersebut mengarah ke tempat-tempat yang aman. Misal jalur evakuasi tsunami maka jalur tersebut mengarah ke bukit atau lokasi tinggi yang aman dari terjangan tsunami. Begitu juga dengan longsor, erupsi. Saat ini jalur evakuasi tersebut sangat minim sehingga setiap terjadi peringatan dini tsunami jalan-jalan yang ada macet," katanya.