REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Presiden Joko Widodo dan mantan Sekretaris Jenderal PBB 1997-2006, Kofi Annan melakukan pertemuan untuk membahas krisis kemanusiaan di Rohingya. Indonesia dan Kofi Annan yang juga Chairman Kofi Annan Foundation akan membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar tersebut.
"Pak Kofi Anan dalam diskusi bersama tadi menyampaikan langkah-langkah yang perlu diambil untuk membantu krisis kemanusiaan di Rakhine. Beliau juga sebagai ketua Advisory Committee untuk Rakhine State," kata Jokowi di sela ajang Bali Democracy Forum (BDF) IX di Nusa Dua, Kamis (8/12).
Dalam pertemuan yang berlangsung 30 menit itu, Presiden menyampaikan Indonesia akan mengirimkan bantuan logistik, khususnya makanan dan selimut dalam waktu dekat ke Myanmar. Kedua item itu paling dibutuhkan penduduk Rohingya saat ini dan Presiden telah memerintahkan hal tersebut.
Kofi Annan mengatakan agama tidak mengajarkan membunuh sesama, apalagi sesama warga negara atau tetangga bangsa sendiri. Agama menjadi bagian dari pluralisme sebagai konsep keberagaman dan nilai-nilai luhur di masyarakat.
"Ekstremis suatu agama sering kali menyangkal kemanusiaan, meski itu berlawanan dengan yang diajarkan agama mereka," kata Kofi.
Di banyak negara, kata Kofi para pemimpin yang terpilih secara demokratis juga menjadi semakin otoriter dan mencoba untuk tetap berkuasa tanpa batas. Pemilihan umum juga sering digunakan sebagai alat untuk melegitimasi ambisi kekuasaan.
Yayasan Kofi Annan menggagas the Electoral Integrity Initiative untuk memperkuat demokrasi, bukan melemahkannya. Demokrasi menjadi dasarnya dan tugas ke depan adalah memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi diterapkan dengan benar.