Kamis 08 Dec 2016 18:07 WIB

Praktisi: Hukum Jangan Dipermainkan dalam Kasus Ahok

Tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Foto: Mabruroh
Tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi hukum Ahmad Rifai berharap agar kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak dipermainkan demi kepentingan politik. Rifai menilai aparat penegak hukum masih kurang serius dalam mengusut kasus tersebut secara tuntas.

"Hendaklah hukum jangan dipermainkan demi kepentingan politik," kata Ahmad Rifai kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (8/12).

Pengamat hukum pidana itu juga menilai aparat penegak hukum masih kurang serius dalam mengusut kasus tersebut secara tuntas. "Menurut saya belum terlihat keseriusan untuk mengungkap kasus ini secara tuntas dan hanya formalitas proses hukum saja. Jadi, formalitas hanya untuk diproses di peradilan saja dan untuk menghindari tuntutan publik yang besar dan bukan proses hukumnya," katanya.

Selain itu, ia melanjutkan adanya kepentingan politik dalam penanganan kasus Ahok cukup terasa. "Saya rasa kepentingan politiknya lebih dominan," ucapnya.

Ia menambahkan, bila nanti Ahok terbukti tidak bersalah, maka akan memberikan kesan bahwa hukum di Indonesia buruk. Hal itu mengindikasikan kurang serius dalam proses hukumnya.

Sebelumnya, sidang Ahok akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang saat ini sementara berlokasi di Jalan Gajah Mada Jakarta Pusat pada Selasa (13/12).

Pengadilan Negeri Jakarta Utara menunjuk lima hakim untuk memimpin sidang Ahok yakni ketua hakim Dwiarso Budi Santiarto, serta empat hakim anggota Jupriadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoknam dan I Wayan Wijarna.

Pihak kepolisian memperkirakan sidang Ahok akan disaksikan langsung sejumlah elemen masyarakat, sehingga harus diantisipasi agar tidak dekat pusat kegiatan perekonomian.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement