REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu menjatuhkan hukuman masing-masing tujuh tahun penjara kepada mantan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba dan Hakim Tipikor Bengkulu, Toton, karena terbukti menerima suap dalam menangani perkara dugaan korupsi.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Bengkulu, Bambang Pramudwiyanto saat sidang putusan kasus itu di Bengkulu, Kamis (8/12).
Hakim Bambang mengatakan, kedua mantan hakim itu terbukti menerima uang suap dari Edi Santoni dan Safri, dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana honor pembina RSUD M Yunus, Bengkulu. Vonis yang dijatuhkan hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman penjara selama 10 tahun.
Terdakwa lainnya, yang merupakan mantan panitera pengganti, Badaruddin Bahsin yang bertindak sebagai perantara dihukum penjara selama empat tahun dan denda Rp400 juta subsider empat bulan kurungan. Sedangkan dua orang terdakwa pemberi suap, Edi Santoni dan Safri masing-masing divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara. Edi dan Safri sebelumnya dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta, subsider tiga bulan penjara.
Seusai menerima putusan, Janner yang dimintai tanggapan mengatakan akan mempertimbangkan putusan majelis hakim tersebut.
Diketahui, Janner Purba dan Toton tertangkap tangan oleh KPK saat menerima suap dari dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana honorarium pembina RSUD M Yunus. Keduanya terbukti melanggar pasal 12 huruf C atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sebagai hakim, keduanya dinilai tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.