REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nur Faridah
Di antara tanda seorang Muslim yang baik dalam kehidupan sosialnya adalah melakukan hal yang beguna atau bermanfaat dan meninggalkan hal yang sia-sia tak berguna. Nabi SAW bersabda, “Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (berguna) baginya.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dalam Alquran ditegaskan, orang yang meninggalkan hal yang tidak berguna termasuk salah satu golongan yang akan mendapat keberuntungan di akhirat (memperoleh surga Firdaus dan kekal di dalamnya). Allah SWT berfirman, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.” (QS Al-Mu’minun [23]: 1-3).
Dalam kitabnya, Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak berguna, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda Islamnya yang baik telah sempurna.” Hal yang berguna di sini tidak hanya berkaitan dengan perilaku atau perbuatan, tapi juga perkataan atau ucapan.
Apalagi di era internet, lalu disusul era media sosial, banyak sekali kita temukan di dalamnya perkataan-perkataan yang tidak berguna, bahkan cenderung berbahaya dan membahayakan tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain di dunia nyata. Karena suatu status yang ditulis di media sosial, misalnya, terjadi perang perkataan, saling mengejek, menghina, mencaci-maki, mengolok-olok, dan sejenisnya.
Ibnu Rajab Al-Hanbali memaparkan bahwa kebanyakan perkara yang tidak berguna muncul dari lisan, yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia. Adapun Imam An-Nawawi dalam kitabnya, Riyadhush Shalihin, mengatakan, “Ketahuilah bahwa seorang mukalaf/balig (yang telah dibebani hukum syariat) seharusnya dapat menjaga lisannya untuk tidak berbicara, kecuali untuk hal-hal yang benar-benar berguna.”
Dalam hadis disebutkan, Nabi SAW bersabda, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak berguna.” (HR Ahmad). Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah Bani Umayyah yang terkenal saleh dan adil dalam memimpin rakyatnya, mengatakan, “Siapa saja yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang berguna.”
Seorang Muslim sejati yang baik akan selalu melakukan hal-hal yang berguna dan menjauhi hal-hal yang sia-sia tak bermanfaat. Ia akan selalu memberikan kemanfaatan kepada manusia lainnya, baik melalui lisan maupun perbuatannya.
Tak ada sedikit pun waktu selain berkarya yang manfaatnya dapat dirasakan secara luas. Ia tidak akan mengisi waktunya dengan hal-hal yang sia-sia, karena itu berarti juga merugikan diri sendiri; rugi waktu, rugi tenaga, energi terbuang sia-sia.
Dalam hadis dikatakan, manusia yang terbaik adalah yang berguna atau bermanfaat bagi manusia lainnya. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR Ath-Thabrani dan Ad-Daruquthni).
Pada hadis lain, orang seperti itu termasuk yang paling dicintai Allah. Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Yaitu, orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Ath-Thabrani). Wallahu a’lam.