Jumat 09 Dec 2016 10:24 WIB

Atasan atau Pemimpin: Mulutmu Harimaumu!

Seminar dan RAT Inkopsyah BMT: Ketua Pengawas Dompet Dhuafa Eri Sudewo (kiri), Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia Agustianto (tengah), dan Komisaris Bank Panin Syariah Aries Mufti menjadi pembicara dalam Seminar dan Rapat Anggota Tahunan Inkopsyah
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Seminar dan RAT Inkopsyah BMT: Ketua Pengawas Dompet Dhuafa Eri Sudewo (kiri), Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia Agustianto (tengah), dan Komisaris Bank Panin Syariah Aries Mufti menjadi pembicara dalam Seminar dan Rapat Anggota Tahunan Inkopsyah

Atasan atau Pemimpin: Mulutmu Harimaumu

Oleh: Eri Sudewo, Pendiri Dompet Duafa

==============

Setiap orang bisa jadi atasan. Tapi tak semua atasan bisa jadi pemimpin. Banyak pemimpin, ternyata tak semua dilahirkan. Malah lebih banyak lagi pemimpin yang cuma dicetak.

 

Dicetak dengan dilahirkan jelas beda. Seperti kue dan roti, cetakan pas bandrol. Standar rata-rata. Karena serupa tapi tak sama, cetakan  lahirkan pemimpin berkualitas rata-rata. Begitulah pemimpin hari ini. karena dicetak, tak ada yang istimewa.

 

Sedang dilahirkan sesuai dengan fitrah.

Itulah yang dinamakan DNA. Ibarat ayam dan telur. Entah DNA yang memproses, atau prosesnya yang lahirkan DNA. Yang pasti, DNA tentukan sejati tidaknya pemimpin.

Maka, “tugas pertama pengikut”, cari pemimpin. “Tugas terakhir pengikut”, lihat boss itu atasan atau pemimpin.

Dan “tugas utama pengikut”, bina diri. Bina diri akan tentukan posisinya kelak. Begitu menjabat, apakah dia jadi atasan atau pemimpin.

Untuk cari nafkah, cukup bina ketrampilan tiga tahun. Untuk jadi ahli, tak cukup lima tahun. Disamping tergantung passion, apakah kita memang lakukan dengan manjada?

untuk itu, marilah kita cari tahu siapa boss. Dia atasan atau pemimpin?

Ketika boss adalah atasan, maka dalam tenggang waktu tiga bulan cukup kita dirusak. Sebaliknya boss yang pemimpin sejati, tak cukup lima tahun kita dibina. Bahkan seumur hidup, belum tentu kita bisa jadi pemimpin sejati.

Konsen bawahan, kerjakan apa yang telah ditugaskan. Konsen manajer, lakukan terobosan. Konsen pemimpin, benahi organisasi dan SDM.

Ketika benahi SDM dengan kata kasar, itu cuma atasan. Atasan yang memaki dan mencerca, berharap pengikut bisa berubah.  Karema, sebetulnya yang harus dimaki dan dicerca adalah dirinya. Atasan berharap pengikut berubah. Begitulah atasan, dia tak pernah sadar dirinya yang mustinya berubah.

Dan juga memang banyak atasan terpelajar tapi tak terdidik. Banyak atasan yang sarjana, namun mulutnya tak ikut disekolahkan. Setiap saat atasan seperti ini bakar pengikut. Maka tiap saat itu pula, lahirlah musuh-musuh baru.

Nah,  atasan seperti ini tak layak jadi pemimpin. Dia cuma pejabat. Ketika dia paksa tetap jadi pemimpin, sesungguhnya dia masuk dalam gelanggang adu jotos. Arena perkelahian yang dia ciptakan dengan tak pernah menjaga “mulutmu harimaumu”.

Nah selamat berbaku hantam!

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement