Jumat 09 Dec 2016 12:43 WIB

Perusahaan Wilmar International Dikaitkan dengan Deforestasi Indonesia

Wilmar International, pemilik sejumlah merek produk makanan terkenal di Australia, dikaitkan dengan deforestasi di Indonesia setelah bukti video pembukaan lahan di Sumatra diperoleh Program 7.30 ABC.
Foto: ABC
Wilmar International, pemilik sejumlah merek produk makanan terkenal di Australia, dikaitkan dengan deforestasi di Indonesia setelah bukti video pembukaan lahan di Sumatra diperoleh Program 7.30 ABC.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Wilmar International, pemilik merek produk-produk makanan paling terkenal di Australia telah dikaitkan dengan deforestasi di Indonesia setelah rekaman video terbaru mengungkap pembukaan lahan di Sumatera diperoleh Program 7.30 ABC.

Wilmar International merupakan pemilik CSR Sugar dan memiliki 50 persen saham di Goodman Fielder, pembuat margarin Meadow Lea, roti Wonder White and Helga's serta Praise Mayonnaise. Rekaman video itu menunjukkan sebuah ekskavator menghancurkan hutan dan menggali kanal di lahan gambut Tripa, yang menjadi bagian krusial ekosistem Leuser di Pulau Sumatra, serta habitat utama bagi satwa liar yang terancam punah.

"Ini adalah tempat terakhir di Bumi di mana kita bisa menemukan orang utan, harimau, gajah dan badak Sumatra semuanya hidup bersama-sama di alam liar," kata Gemma Tillack, direktur kampanye pada Rainforest Action Network (RAN) yang berbasis di AS.

Pembukaan hutan telah berlangsung di perkebunan kelapa sawit yang merupakan bagian dari mata rantai pemasok Wilmar, dan terjadi di tengah moratorium pembukaan lahan di ekosistem Leuser yang diumumkan Pemerintah Aceh. Presiden RI juga mengindikasikan langkah melarang adanya tambahan perkebunan kelapa sawit di daerah lain di Indonesia.

Wilmar International adalah perusahaan agribisnis berbasis di Singapura yang merupakan pedagang minyak sawit terbesar di dunia. Perusahaan ini membeli CSR Sugar pada 2010, serta Goodman Fielder pada 2015, bermitra dengan konglomerat First Pacific yang berbasis di Hong-Kong.

Pabrik Pemasok Wilmar

Rekaman video yang diperoleh Program 7.30 difilmkan bulan lalu oleh peneliti lapangan dari Rainforest Action Network (RAN). Video ini menunjukkan pekerja perkebunan kelapa sawit melakukan pembukaan lahan dengan menggunakan ekskavator. Luasnya lahan yang telah terbuka menunjukkan aktivitas itu telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Para peneliti RAN kemudian merekam para pekerja di perkebunan itu memuati sebuah truk dengan buah kelapa sawit dan mengikuti jejak truk tersebut ke pabrik pengolahan yang dikenal sebagai Raja Marga. Pabrik itu didaftarkan oleh Wilmar International di situsnya sebagai pemasok minyak kelapa sawit mereka.

"Saya kaget. Saya benar-benar berpikir sekarang Wilmar telah mengidentifikasi semua pihak ketiga yang masih terus menghancurkan kawasan Leuser dan meyakinkan mereka untuk menghentikan atau menutup operasi mereka itu," katanya.

Senator Australia Nick Xenophon mendesak Wilmar meningkatkan upaya mengidentifikasi kasus-kasus deforestasi dalam mata rantai pasokan mereka. "Mereka harus terbuka dengan konsumen Australia, kita semua, yang telah mengonsumsi salah satu produk yang kini dikendalikan atau dimiliki oleh Wilmar," kata Senator Xenophon.

Dalam pernyataan kepada Program 7.30, Wilmar mengatakan kekhawatiran yang sama tentang Kawasan Ekosistem Leuser dan telah mengambil tindakan pada pabrik pengolahan yang difilmkan menerima buah sawit dari perkebunan. "Melalui pemantauan Wilmar sendiri dan due diligence, kami atas kemauan sendiri menghentikan pembelian dari perusahaan itu sejak Oktober 2016," kata Wilmar.

Wilmar menyatakan mempertahankan program proaktif dalam mengelola mata rantai pasokan, termasuk melakukan 15 kali kunjungan evaluasi lapangan ke pabrik yang beroperasi di Kawasan Ekosistem Leuser di 2015. Tillack mengakui Wilmar telah meningkatkan kinerja keberlanjutan dalam beberapa tahun terakhir, namun mengatakan rekaman video terbaru telah merusak upaya perusahaan tersebut.

"Dua tahun lalu, Wilmar berkomitmen menghentikan deforestasi, menghentikan penghancuran lahan gambut dan eksploitasi pekerja dan masyarakat, sehingga telah mengambil langkah awal dengan komitmen tersebut. Tapi apa yang kami temukan di lapangan adalah pemasok pihak ketiga terus menghancurkan hutan hujan termasuk di Kawasan Ekosistem Leuser," tambahnya.

Pekan lalu dalam sebuah laporan Amnesty International, Wilmar International dituduh melanggar hak-hak pekerja dalam mata rantai pasokannya. Perusahaan ini terlibat perselisihan dengan masyarakat adat di Indonesia, dan pemasok lainnya juga telah dituduh melakukan deforestasi.

Hentikan Buldozer

Kalangan aktivis lingkungan menantang Wilmar untuk menyelidiki rekaman terbaru tersebut. "Wilmar terkait dengan penghancuran lahan gambut Tripa, dan terkait dengan kehancuran Ekosistem Leuser," kata Tillack.

"Wilmar perlu melampaui pabrik, mereka harus turun ke garis depan kehancuran hutan dan menghentikan jejak-jejak buldoser. Asisten manajer umum ilmar bidang keberlanjutan group Wilmar, Perpetua George menggambarkan Ekosistem Leuser sebagai perlindungan terakhir bagi spesies satwa liar ikonik.

"Sesuatu perlu dilakukan untuk memerangi deforestasi dan melindungi ketahanan mereka tanpa mengganggu mata pencaharian masyarakat lokal yang tinggal di lanskap tersebut," kata George.

"Moratorium yang diinisiasi Pemerintah Aceh telah memberikan kesempatan pihak swasta seperti Wilmar, serta RAN ... untuk bekerja sama untuk mengatasi dilema trade-off itu dan mencapai agenda ini," katanya.

Sementara itu Senator Nick Xenophon menyatakan akan mengajukan kembali RUU ke Parlemen Australia yang mengharuskan label khusus produk minyak sawit di Australia. "Saat ini, kelapa sawit hanya diberi label sebagai minyak sayur dan itu hanya diberi nomor. Ini tidak berarti apa-apa dalam hal memberi informasi kepada konsumen," katanya.

"Saya ingin tahun depan pada 2017, terutama dengan ini pengungkapan terbaru ini, akan menjadi tahun dimana kita akhirnya mengetahui apa sebenarnya dalam pelabelan terkait dengan kelapa sawit," tambahnya.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/wilmar-international-dikaitkan-dengan-deforestasi-di-habitat-or/8106654
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement