REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengungkapan rencana serangan oleh kelompok Bahrun Naim di Bekasi membuka babak baru ancaman terorisme. Kelompok ini sekarang menggunakan wanita sebagai eksekutor.
“Ini benar benar-baru di Indonesia,” ujar peneliti terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib di Jakarta, Ahad (11/12/).
Di era sebelumnya, kata dia, eksekutor atau sering diistilahkan 'pengantin' adalah laki-laki. Peran perempuan biasanya hanya menyiapkan kebutuhan di belakang layar, misalnya menyiapkan dukungan logistik, bukan sebagai penyerang.
Menurut Ridlwan, strategi menggunakan perempuan sebagai penyerang ini merupakan teknik 'cerdas' dari otak serangan yakni Bahrun Naim. “Perempuan jarang dicurigai, apalagi rencananya bom itu dibawa dengan tas wanita, bukan ransel, aparat bisa lengah,” kata dia.
Ini juga menunjukkan, mental perempuan yang menjadi anak buah Bahrun Naim sudah semakin menguat. “Kita pernah tahu ada tiga orang yang bergerilya di hutan yakni di kelompok Santoso, tapi perempuan yang akan menjadi eksekutor bom baru kali ini,” kata Ridlwan.
Karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan aparat keamanan harus segera merubah taktik. Apalagi, kelompok perempuan di jaringan ini tidak bisa ditembus intelijen. “Kalau aparat intelijennya pria, bagaimana bisa dia masuk ke lingkungan para perempuan ini? Sangat sulit,” ujar Ridlwan.
Yang harus dilakukan yakni memperbanyak petugas intelijen perempuan yang bisa masuk dan menyusup ke jejaring kelompok itu. Jika itu tidak dimungkinkan, harus dilakukan pendekatan lain yakni dengan cara intelijen elektronik atau sinyal intelijen.
Ridlwan meyakini, kelompok Bahrun Naim sudah merencanakan sasaran baru dan kelompok baru ketika kelompok di Bekasi ini ditangkap. “Kewaspadaan jangan mengendur. Kelompok Bahrun Naim ini setiap hari, 24 jam waktunya didekasikan untuk ISIS, mereka pasti akan mencari cara baru untuk melakukan serangan,” kata dia.