REPUBLIKA.CO.ID, TRENGGALEK -- Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur berhasil meraih penghargaan sebagai kabupaten peduli hak asasi manusia (HAM) dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kabag Humas Pemkab Trenggalek Yuli Priyanto, Senin (12/12) menjelaskan, penghargaan tersebut diberikan karena Pemkab Trenggalek dinilai Kemenkumham berhasil meningkatkan kepedulian serta pembangunan berbasis HAM. "Penghargaan tersebut diberikan kepada kurang lebih 200 daerah yang peduli terhadap hak asasi manusia dalam rangka memperingati hari HAM se-dunia ke-68 di Jakarta, Kamis (8/12) lalu," papar Yuli.
Ia menjelaskan, penghargaan itu diterima langsung oleh Wakil Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin atau Ipin di gedung negara Grahadi Surabaya, bersama beberapa kepala daerah maupun wali kota lain. Selain Trenggalek, hampir semua daerah di Jatim juga mendapat SK dari Menkumham sebagai kabupaten ramah HAM.
Menurut keterangan Ipin, ada sekitar dua ratus kota dan kabupaten di Indonesia yang mendapatkan penghargaan serupa selain 38 daerah di Jatim. "Penghargaan ini tentunya akan memacu kita untuk fokus menerapkan SDG's (sustainable development goals), yang "output" atau tujuan akhirnya untuk pengentasan kemiskinan," kata Nur Arifin.
Ia menegaskan, Trenggalek akan terus berusaha mengarusutamakan semua golongan, khususnya mereka mereka yang rentan akan kemiskinan. Pada kesempatan sebelumnya, sekitar akhir Desember 2016, tim peneliti dari Komisi Nasional HAM juga telah menggelar riset/penelitian pembangunan daerah berbasis HAM di Kabupaten Trenggalek.
Saat itu, koordinator peneliti Komnas HAM Pihri Buhaerah menjelaskan, latar belakang dan tujuan penelitian adalah untuk mencari pola perumusan perencanaan pembangunan daerah, kandungan pokok dokumen perencanaan pembangunan, mekanisme pelaksanaannya hingga pemetaan risiko serta mitigasi bencana.
"Riset dilakukan bukan karena ada temuan pelanggaran HAM di daerah, melainkan lebih mencari informasi mengenai seberapa besar pembangunan berbasis HAM di daerah ini diterapkan," kata Pihri usai diskusi dengan sejumlah praktisi, aktivis literasi, jurnalis serta LSM di Trenggalek.
Ia menjelaskan, ada tiga daerah yang menjadi objek penelitian Komnas HAM, yakni Kabupaten Batang di Jawa Tengah, Trenggalek di Jawa Timur serta Tanjung Pinang di Kepulauan Riau. Pemilihan Kabupaten Trenggalek sebagai sampel penelitian, lanjut Pihri, karena Komnas ingin melihat dampak pelaksanaan pilkada langsung dimana kebetulan kepala daerah terpilih berusia muda dan berpendidikan.
"Kami ingin melihat apakah ada perubahan setelah terjadi perubahan kepemimpinan hasil pilkada langsung ini. Kalau berubah seperti apa, kalau tidak ada mengapa," katanya.
"Dari ketiga sampel ini kami ingin melihat sebuah pola, dan harapannya ada kecenderungan pola perencanaan pembangunan yang sama antara ketiga daerah ini sehingga bisa ditarik sebuah rekomendasi lanjutan berupa bantuan perencanaan pembangunan berbasis HAM," katanya.
Melalui rekomendasi tersebut, lanjut Pihri, diharapkan bisa menjadi rujukan pemerintah pusat maupun daerah dalam merumuskan pembangunan berbasis HAM. "Kami rasa tiga sampel daerah ini cukup mewakili kebutuhan pemerintah pusat maupun daerah terkait standar pembangunan berbasis HAM. Dalam posisi ini Komnas HAM mencoba memberikan rujukan untuk menjadi standar ukur perumusan kebijakan nasional maupun daerah," ujarnya.
Khusus di Trenggalek, Pihri mengatakan, ada ekspektasi cukup besar dari berbagai kelompok masyarakat terhadap munculnya pemimpin baru yang masih muda hasil pilkada langsung. "Prayarat perencanaan pembangunan berbasis HAM itu butuh sebuah komitmen dan policy komitmen, dimana bupati yang baru ini cukup memenuhi kriteria itu," ujarnya.
Selain melakukan riset ke sejumlah kelompok masyarakat, lembaga penyelenggara pemilu (KPU dan panwas), akademisi, praktisi, LSM hingga jurnalis, Pihri mengatakan tim riset Komnas HAM juga melakukan audiensi langsung dengan kepala daerah, sekda, bappeda hingga DPRD Trenggalek untuk melengkapi kebutuhan penelitian mereka.