Selasa 13 Dec 2016 18:30 WIB

Somalia, Negeri Pertama Memeluk Islam

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Kota Barawa, Somalia
Foto: http://www.hiiraan.com
Kota Barawa, Somalia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama lebih dari 1.400 tahun, Islam menjadi bagian besar dari masyarakat Somalia. Hampir seluruh warga Somalia yang berjulah 10,3 juta jiwa adalah Muslim Sunni. Selain Islam, ada juga warga Somalia yang menganut Kristen dan agama lokal pribumi.

Konstitusi menetapkan Islam sebagai agama negara dari Republik Federal Somalia. Syariah Islam sebagai sumber dasar perundang-undangan nasional. Hal ini juga menetapkan bahwa hukum yang bertentangan dengan prinsip dasar syariat tidak bisa diberlakukan.

Konstitusi juga menjamin persamaan hak dan kebebasan dari perlakuan diskriminatif bagi semua warga negara di hadapan hukum tanpa memandang agama. Namun, perkembangan Islam di negara yang terletak di Tanduk Afrika ini pernah mengalami dinamisasi sepanjang sejarah.

Pada abad ke-19, Islam pernah mengalami masa sulit beradaptasi terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang dimulai dengan perluasan kekuasaan kolonial pada akhir abad ke-19.

Beberapa modifikasi telah terjadi. Namun, tetap ada penekanan untuk kembali ke tradisi Muslim ortodoks dan menentang westernisasi. Persaudaraan sufi berada di garis terdepan dalam gerakan ini. Menurut Mary-Jane Fox dalam Political Culture in Somalia: Tracing Paths to Peace and Conflict, umumnya para pemimpin Islam menentang penyebaran pendidikan Barat.

Konstitusi 1961 menjamin tentang kebebasan beragama, tetapi juga menyatakan republik yang baru merdeka sebagai negara Islam. Pascakemerdekaan, pemerintah menetapkan prinsip-prinsip sosialisme Islam tetapi dibuat sedikit perubahan.

Kudeta 21 Oktober 1969, menciptakan sebuah rezim radikal yang berkomitmen untuk perubahan besar. Tak lama kemudian, Stella d'Ottobre, surat kabar resmi dari Mahkamah Dewan Revolusi (SRC), menerbitkan sebuah editorial tentang hubungan antara Islam dengan sosialisme, serta perbedaan antara sosialisme ilmiah dengan Islam.

Dalam tulisan tersebut dijelaskan, sosialisme Islam telah menjadi hamba kapitalisme dan neokolonialisme serta alat manipulasi oleh kelas istimewa, kaya, dan kuat.

Sebaliknya, sosialisme ilmiah didasarkan kepada nilai-nilai altruistik yang terinspirasi nilai asli Islam. Oleh karena itu, para pemimpin agama harus meninggalkan urusan sekuler dengan pemimpin baru yang berjuang untuk tujuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Segera setelah itu, pemerintah menangkap beberapa pemimpin agama memprotes dan menuduh mereka melakukan propaganda kontra dan berkomplot dengan elemen reaksioner di Semenanjung Arab.

Ketika Rencana Tiga Tahun, 1971-1973, diluncurkan pada Januari 1971, pemimpin SRC merasa terdorong memenangkan dukungan dari para pemimpin agama, sehingga dapat mengubah struktur sosial yang ada.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement