REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pelaku kekerasan secara bergerombol atau dikenal sebagai klithih terhadap beberapa siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta akhirnya tertangkap Selasa (13/12) sore. Adapun kelanjutan proses hukum kasus tersebut diserahkan sepenuhnya pada Polres Bantul.
Meski demikian, Direskrimum Polda DIY Kombes Pol Frans Tjahyono menuturkan, pihaknya tetap berperan untuk mem-backup proses penyelidikan kasus tersebut. "Mem-backup bukan berarti mengambil kewenangan. Kami yakin pihak kepolisian Bantul dapat mengungkap kasus ini," ujarnya.
Frans mengemukakan, aksi klithih yang kian marak akan menjadi perhatian serius bagi Polda DIY. Guna menekan tindak kejahatan tersebut, kepolisian akan meningkatkan patroli di sejumlah titik rawan. Polda DIY juga akan melakukan upaya pencegahan aksi klithih. Terutama pada pelajar atau pemuda yang bergerombol.
Pelajar yang diduga akan melakukan aksi klithih tetap akan dikenakan sanksi pembinaan. Namun bagi yang sudah melakukan tindakan kriminal, pihak kepolisian akan mengusutnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Dalam proses penyidikan, pihak kepolisian akan tetap berpegang pada undang-undang perlindungan anak (UUPA). "Hukumnya sudah jelas, anak-anak di bawah umur dilindungi juga oleh UUPA. Maka itu harus ada keselarasan dengan hukum pidana yang diterapkan," jelasnya.
Sebelumnya, rombongan siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta diserang sekelompok orang tak dikenal di Jalan Imogiri-Panggang, Dusun Lanteng, Selopamioro, Imogiri, Bantul, Senin (12/12). Kelompok tersebut menyerang dengan menggunakan senjata tajam.
Akibatnya, sebanyak tujuh siswa mengalami luka-luka. Dua di antaranya terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit, karena mengalami luka serius di bagian tengkuk dan tangan.