REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Organisasi HAM internasional, Human Rights Watch menegaskan kekerasan pembakaran rumah di Rakhine dilakukan oleh militer Myanmar, Selasa (13/12). Kesimpulan tersebut diperoleh dari laporan citra satelit dan wawancara dengan pengungsi Rohingya di Bangladesh.
"Temuan terbaru membantah klaim militer dan pemerintah Myanmar yang menyebut militan lah pelaku pembakaran desa Rohingya," kata Direktur HRW Asia, Brad Adams dalam siaran pers yang diterima Republika.
Menurutnya, bukti citra satelt dan wawancara dengan saksi mata jelas-jelas menunjuk militer Myanmar sebagai pelaku. Adams menjelaskan analisis pada citra satelit terbaru desa-desa di Maungdaw membeberkan empat elemen baru.
Pertama, jumlah total bangunan yang hancur meningkat jadi sekitar 1.500 pada 23 November. Jumlahnya mungkin lebih tinggi karena sejumlah area tertutup oleh pepohonan. Kedua, pola pembakaran mengindikasikan pelaku yakni pemerintah. Tiga desa pertama terbakar antara 9-14 Oktober. Semuanya berada dekat jalan distrik utama di Taung Pyo. Sementara desa-desa yang terbakar setelahnya lebih banyak antara 12-15 November yang berjarak 3-5 km dari jalan. Pola ini konsisten dengan jalur yang dilalui oleh pasukan militer Myanmar.
Ketiga, HRW mendokumentasikan penghancuran gedung sistematik pada tiga kesempatan setelah pemerintah tiba di wilayah. HRW menemukan indikasi pembakaran disengaja. Di beberapa kasus, kebakaran terjadi beberapa jam setelah pasukan militer menyerang. Sejumlah kasus lain menunjukkan jeda sampai dua hari. Contoh terbaru adalah operasi militer di Pwint Hpyu Chaung pada 12 November. Lebih dari 800 bangunan terbakar di desa tersebut dan lima desa di dekatnya selama empat hari.
Keempat, citra satelit menunjukkan keberadaan pasukan keamanan Myanmar di Post Penjaga Perbatasan Nomor 1. Lokasinya berada di desa Wa Peik yang terbakar sepenuhnya dalam tiga gelombang pembakaran selama satu bulan. Militan menyerang pos tersebut dan dua pos lainnya pada 9 Oktober pagi. Kebakaran pertama dimulai pada sore harinya. HRW mengidentifikasi banyak kendaraan militer sejak saat itu, termasuk helikopter.
"Sulit meyakini bahwa militan membakar lebih dari 300 bangunan di Wa Peik dalam satu bulan pada pasukan keamanan Myanmar ada di sana juga, menyaksikan," kata Adams.
Menurutnya, citra satelit benar-benar menunjukkan keberadaan pemerintah juga di sana. Adams memperingatkan otoritas tidak bisa lagi mengelak pada bukti tersebut.