Selasa 13 Dec 2016 17:16 WIB

Pengusaha Inginkan Produk Dalam Negeri Digunakan dalam Skema Gross Split

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Ladang Migas
Ladang Migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan pengusaha yang bergerak sebagai sub kontraktor pengerjaan proyek minyak dan gas (migas) berharap pemerintah masih memperhatikan industri dalam negeri dalam menjalankan skema gross split sebagai pengganti skema cost recovery. Pengusaha takut skema yang baru tersebut bisa menggerus bisnis mereka.

Ketua Dewan‎ Pimpinan Bidang Industri, Gabungan usaha Penunjang Energi Dan Migas (Guspenmigas) Willem Siahaya mengatakan, skema gross split pada dasarnya menyerahkan semua kepentingan produksi kepada investor atau kontraktor. Dengan sistem ini setiap investor bisa mencari sub kontraktor untuk menjalankan proyek sesuai keinginan. Artinya, kemungkinan para kontraktor utama mencari sub kontraktor dari negara asal, bukan Indonesia bisa terjadi.

"Kami tidak skeptis dengan keinginan Pemerintah.‎ Namun kami meminta apapun bagi hasilnya yang didapat pemerintah, tetap memperhatikan kompetensi, dan potensi industri dalam negeri," kata Willem dalam diskusi di kantor Kadin, Selasa (13/12).

Willem menjelaskan, ketika Pemerintah menetapkan sebuah kebijakan maka pengambilan keputusan telah memperhatikan sisi positif dan negatif dari kebijakan tersebut. Tapi yang kembali harus dilihat, kebijakan tersebut tidak memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha dalam negeri yang memiliki banyak pekerja.

Untuk itu dalam setiap proyek yang dijalankan melalui skema ini, Pemerintah dan kontraktor harus memiliki kesepakatan dalam penggunakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

‎Gross split merupakan sistem  bagi hasil yang tak mengenal adanya pengembalian biaya investasi dibayar pemerintah (cost recovery). Skema ini akan membuat‎ Pemerintah dan kontraktor akan melakukan negosisasi bagi hasil di awal.

Dengan skema ini,  negara tidak akan dipusingkan dengan beban cost recovery yang tiap tahunnya terus meningkat. Keuntungan penerapan sistem bagi hasil itu nantinya akan memangkas proses birokrasi. Di samping itu, sistem ini akan memudahkan kontraktor untuk memilih jenis sampai sumber pengadaan teknologi.

Skema ini diperuntukkan bagi lapangan minyak yang secara geologis mengalami kesulitan dan menerapkan enhanced oil recovery (EOR), deep water, maupun marginal field.

Salah satu proyek migas yang kemungkinan akan menggunakan skema baru ini adalah  kerjasama pengelolaan Blok Offshore North West Jawa (ONWJ). Kontrak blok ini akan habis 17 Januari 2017. Ketika kontrak habis, pemerintah bakal memberikan hak kelola blok ini kepada PT Pertamina (Persero).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement