REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang perdana mendakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara sengaja mengeluarkan perasaaan atau melakukan perbuatan yang bersifat penodaan atau penistaan agama.
Ketua tim JPU Ali Mukartono membacakan surat dakwaan yang berisi tiga dakwaan sebanyak tujuh lembar.
"Terdakwa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia," kata Jaksa Ali saat pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12).
Perbuatan Ahok yang menempatkan surat Al Maidah ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi masyarakat itu, dinilai jaksa sebagai penodaan terhadap Al Qur'an yang merupakanm kitab suci agama Islam, sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 11 Oktober 2016.
Menurut MUI, Surah Al-Maidah ayat 51 melarang Muslim untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin mereka. "Perbuatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 156 a huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," kata Ali.
Perbuatan terdakwa ini membuat Ahok terancam pidana dalam pasal 156 KUHP. Dalam pembacaan surat dakwaan ini, jaksa pun mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama. Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa pekan depan (20/12) di lokasi yang sama, PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada No.17 Jakarta Pusat (bekas gedung PN Jakarta Pusat).