Selasa 13 Dec 2016 23:00 WIB

Jokowi Yakinkan WNI di India, Indonesia Lebih Baik

Presiden Joko Widodo berjalan bersama PM Narendra Modi saat melakukan pertemuan di Hyderabad House, New Delhi, India, Senin (12/12).
Foto: Antara/adnan abidi
Presiden Joko Widodo berjalan bersama PM Narendra Modi saat melakukan pertemuan di Hyderabad House, New Delhi, India, Senin (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakinkan kepada masyarakat Indonesia yang bermukim di India, Indonesia masih lebih baik dari sisi ekonomi dan stabilitas politik dibandingkan negara lain.

"Alhamdulillah sampai saat ini kita masih berada pada stabilitas yang baik dalam politik, ekonomi yang kalau dibandingkan dengan negara lain pertumbuhan ekonomi kita cukup baik di G20, nomor tiga pertumbuhan ekonomi kita," kata Presiden Jokowi di hadapan sekitar 200 WNI yang hadir untuk bertemu Presiden di Kedutaan Besar RI di New Delhi, India, Selasa (13/12).

Presiden meyakinkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik atau bisa dipertahankan di angka lima persen lebih. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi di atas lima persen bukan sesuatu yang gampang dicapai, bahkan Cina saja yang sempat mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen kini merosot di level 6,5 persen.

Hal serupa terjadi di beberapa negara tetangga yang justru terus tergerus pertumbuhan ekonominya. "Saya kira mempertahankan di atas lima (persen) tidak mudah," ujarnya.

Hal terberat yang menjadi tantangan Indonesia yakni karena menurunnya harga-harga komoditas sehingga juga turut mempengaruhi perekonomian domestik. "Yang kedua di sisi politik stabilitas negara kita kalau dibandingkan kawasan lain juga lebih bagus, misalnya, di Uni Eropa sendiri mengalami tekanan ekonomi yang berat, politik juga dengan pengungsi yang berbondong-bondong masuk ke sana, Brexit juga menekan," ujarnya.

Ia menilai Indonesia patut bersyukur dengan kondisi perekonomian dan politik yang nisbi cukup stabil. Menurut Jokowi, Indonesia menghadapi tantangan ke depan yakni indeks daya saing negara yang masih rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga.

Indonesia masih berada jauh di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand. "Kemudian ease of doing business kita juga sama, kita pada posisi 120 lalu menjadi 106, tahun ini posisi 91, loncatannya cukup tinggi," katanya.

Namun, jika dibandingkan negara tetangga angka itu masih belum signifikan dibandingkan Singapura yang menempati posisi nomor dua, Malaysia 23, dan Thailand 46. "Kita perlu pembenahan banyak, perbaikan yang akan menyebabkan daya saing kita menjadi baik. Tidak mudah merombak, memperbaiki tradisi yang sudah puluhan tahun menjadi tradisi yang baru tapi saya meyakini bahwa dengan memperbaiki sistem, birokrasi kita saya kira capaian-capaian itu dari tahun ke tahun bisa diperbaiki," imbuhnya.

Presiden berpendapat problem berat Indonesia saat ini sejatinya terkait tiga hal yakni berkaitan dengan korupsi, inefisiensi birokrasi, dan ketidaksiapan infrastruktur. "Untuk inefisiensi birokrasi dan korupsi akan terus kita kejar agar semuanya bisa teratasi bisa berjalan dengan baik," tegasnya.

Sementara terkait infrastruktur, ia menjelaskan sejak awal pemerintahannya fokus untuk mendongkrak anggaran infrastruktur. "Ini anggaran infrastruktur yang mungkin bisa kita tunjukkan betapa loncatannya tinggi sekali," jelasnya.

Sebab menurut dia, tanpa infrastruktur yang baik Indonesia akan sulit mencapai biaya transportasi dan logistik yang lebih murah dan efisien.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement