Rabu 14 Dec 2016 11:36 WIB

Saat Mengenakan Jilbab Menjadi Terlalu Bahaya di Amerika

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Seorang Muslimah warga AS berdebat dengan para petugas Rye Playland di Westchester County, karena menolak melepas jilbabnya ketika akan naik wahana di taman itu.
Foto: http://gothamist.com
Seorang Muslimah warga AS berdebat dengan para petugas Rye Playland di Westchester County, karena menolak melepas jilbabnya ketika akan naik wahana di taman itu.

REPUBLIKA.CO.ID, AMERIKA SERIKAT -- Seorang Muslimah, Melissa Grajek menjadi sasaran semua jenis perlakukan diskriminasi dan kejahatan kebencian karena memakai jilbab. Namun insiden yang terjadi di Discovery Lake di San Marcos, California beberapa waktu lalu membuat Grajek harus melepaskan jilbabnya.  

Saat itu, anaknya yang berusia satu tahun sedang bermain dengan anak lain. Namun, ayah anak tersebut marah dan mengatakan, bahwa ia merasa tidak sabar untuk menantikan kebijakan preiden Trump mengusir Muslim ke negara asalnya.

Pria itu lalu melempar serpihan kayu ke anak Grajek. Pada saat itu, Grajek merasa sudah begitu muak dengan perlakukan yang ia terima. Sehingga ia memutuskan untuk melepas hijabnya.

"Saya memang diwajibkan untuk mengenakan jilbab, tapi insiden yang terjadi kepada anak saya menandakan bahwa mengenakan jilbab menimbulkan banyak risiko kepada anak saya,” ujar  Grajek seperti dilansir usatoday.com (13/12).

Bukan hanya Grajek saja yang menjadi korban kejahatan kebencian karena jilbabnya. Pekan lalu, Ilhan Omar, yang baru terpilih sebagai perwakilan negara Minneapolis, meninggalkan Gedung Putih, untuk membahas beberapa kebijakan. Khususnya terkait kebijakan untuk Muslim AS.

Ia menceritakan, kejadian saat dirinya memperoleh ancaman dari sopir taksi. Sopir mengancam akan melepas jilbab Ilhan sambil mengucapkan kata-kata kasar dan menyebutnya ISIS.  

Sehari sebelumnya, seorang pria mendorong pekerja moda transportasi New York City saat menuruni tangga di terminal Grand Central. Pria tersebut meneriakinya teroris dan meminta untuk kembali ke negara asal.

Semua wanita yang menjadi korban kejahatan kebencian ini mengenakan jilbab. Menanggapi fenomena ini, beberapa imam di seluruh negara bagian AS mengaku, tidak mempermasalahkan keputusan sebagian Muslimah yang melepas jilbabnya untuk sementara waktu.

Imam Abdullah Antepli baru-baru bertanya langsung kepada sekelompok wanita di Asosiasi Islam Raleigh (N.C.) terkait berapa banyak dari mereka yang merasa tidak aman. Sebagian besar dari kelompok tersebut mengaku merasa tidak aman.

“Keadaan luar biasa di mana saat ini Muslim Amerika mungkin memerlukan langkah-langkah yang luar biasa. Termasuk melepas jilbab, setidaknya untuk sementara waktu,” katanya.

Serangan atau intimidasi Muslim terus mengalami peningkatan. Khususnya setelah retorika kampanye Trump tentang Muslim AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement