Rabu 14 Dec 2016 16:00 WIB

Sengketa Laut Cina Selatan, AS Siap Hadapi Cina

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.
Foto: The New York Times
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Amerika Serikat (AS) siap berkonfrontasi dengan Cina dalam sengketa di Laut Cina Selatan. Pernyataan ini disampaikan kepala komando AS Pasifik, Harry Harris, Rabu (14/12).

Selama ini, Cina mengklaim hampir sebagian besar wilayah di kawasan perairan itu. Sementara, sejumlah negara di Asia lainnya seperti Tawian, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam juga dinilai memilik hak atas sebagian wilayah di Laut Cina Selatan.

Pengadilan Arbitrase di Den Haag, Belanda beberapa bulan lalu telah menolak klaim Cina atas sebagai besar wilayah di kawasan perairan yang penuh sumber daya tersebut. Namun, Beijing tetap bertindak secara agresif dengan terus menambah lahan di atas Laut Cina Selatan.

"Kami tidak akan mengizinkan adanya domain bersama untuk ditutup secara sepihak, tak peduli seberapa banyak basis yang dibangun di Laut Cina Selatan," ujar Harris dalam sebuah pidato di Sydney, Australia.

Ia juga menekankan AS siap bekerja sama saat yang diperlukan dalam sengketa itu. Demikian dalam melakukan perlawanan di saat yang sama.

AS memperkirakan Beijing telah menambah lebih dari 3.200 acre atau 1.300 hektare lahan di tujuh lokasi di Laut Cina Selatan dalam tiga tahun terakhir. Negeri Tirai Bambu juga membangun landasan pacu, pelabuhan, hanggar pesat, dan peralatan komunikasi.

Pernyataan AS dalam sikap terhadap Laut Cina Selatan disebut dapat menambah ketegangan antar dua negara besar tersebut. Sebelumnya, ketegangan AS dan Cina meningkat dengan tindakan presiden terpilih Negeri Paman Sam, Donald Trump melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Taiwan Tsai Ing Wen.

Perjanjian diplomatik yang dilakukan AS dan Cina pada 1979 lalu mengharuskan AS mengakui Kebijakan Satu Cina. Dalam kebijakan itu, Taiwan dianggap sebagai bagian wilayah  Cina dan AS tidak boleh melakukan hubungan kenegaraan.

Dalam sengketa Laut Cina Selatan, AS juga melakukan serangkaian operasi terbaru di kawasan perairan itu pada Oktober lalu. Cina mengatakan patroli itu adalah hal yang tidak seharusnya dilakukan dan dapat mengakibatkan bencana konflik.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement