REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammad Zia Ul Haq, presiden keenam Pakistan ini adalah presiden terlama Pakistan. Ia menjabat dari 1978 hingga meninggal pada 1988. Selama menjadi pemimpin tertinggi negara, kebijakan utama yang diterapkan pria yang lahir dari keluarga Punjabi Arain di Jalandhar, India pada 12 Agustus 1924 ini, adalah Islamisasi Pakistan.
Ia disebut sebagai sosok paling berjasa yang mengubah Pakistan menjadi pusat global politik Islam. Zia mulai mengesahkan undang-undang sebagai bagian dari Islamisasi Pakistan. Ia membubarkan perlemen dan menggantinya dengan Majlis¬i-Shoora pada 1980. Langkah ini dikritik beberapa pihak karena dapat menimbulkan intoleransi agama.
Zia berkomitmen menegakkan interpretasi dari Nizam-e-Mustafa, yaitu mendirikan negara Islam dan menegakkan hukum syariat. Ia mendirikan pengadilan syariat untuk menangani kasus hukum berdasarkan hukum Islam.
Perzinaan, percabulan, dan jenis penghujatan masuk ke pelanggaran baru dalam hukum Pakistan. Selain itu, hukum baru yang ditetapkan, yaitu amputasi hingga rajam sampai mati.
Pembayaran bunga untuk rekening bank digantikan pembayaran "laba rugi". Sumbangan amal zakat 2,5 persen menjadi pajak tahunan. Buku pelajaran sekolah dan perpustakaan dirombak untuk menghapus materi yang tidak Islami.
Kantor, sekolah, dan pabrik diminta menyediakan tempat ibadah. Kebijakan Zia ini didukung oleh ulama dan partai-partai Islam. Sebanyak 10 ribu aktivis dari Partai Jamaat-e-Islami ditunjuk untuk menempati posisi di pemerintah. Mereka ditunjuk untuk menjamin kelanjutan program Zia setelah kematiannya.
Pada 1984, referendum memberi persetujuan terkait program Islamisasi. Namun, ada protes terhadap penegakannya selama dan setelah masa pemerintahan Zia.
Perempuan dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menentang penahanan korban pemerkosaan di bawah hukuman had. Kaum minoritas dan kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menentang beberapa program terkait Islamisasi ini, yang dinilai mengarah pada tindakan yang kurang adil bagi seluruh warga.